Kamis, 09 Mei 2013

SISTEM KOMUNIKASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL



SISTEM KOMUNIKASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Sistem komunikasi yang berdasar tanggung jawab sosial (social responsibility system) muncul pada abad ke-20 sebagai modifikasi terhadap sistem libertarian. Teori ini diperkenalkan oleh Theodore Peterson dalam buku Four Theory of The Press. Menurut Peterson, kebebasan dan kewajiban bertanggung selalu berdampingan. Pers bebas dalam negara penganut demokrasi memiliki kewajiban dan tanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsinya.
Pada dasarnya fungsi pers di bawah teori tanggung jawab sosial sama dengan fungsi pers dalam teori libertarian, yaitu:
1)      Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
2)      Memberi penerangan kepada masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.
3)      Menjadi penjaga hak-hak perorangan dengan bertindak sebagai anjing penjaga (watch dog) yang mengawasi pemerintah.
4)      Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan.
5)      Menyediakan hiburan
6)      Mengusahakan sendiri biaya finansial sedemikian rupa sehingga bebas dari tekanan-tekanan orang yang mempunyai kepentingan.[1]
Teori tanggung jawab sosial berpegang pada pengetahuan manusia. Dengan rasionya, manusia dapat membedakan mana hal-hal yang bermanfaat, yang baik dan mana yang tidak baik dan tidak bermanfaat dan tidak baik. Jika manusia tersebut bekerja dalam wilayah pers maka ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, sehingga semua pesan-pesan komunikasi dan informasi yang dikeluarkan oleh pers dapat dipertanggungjawabkan dengan sepenuhnya.[2]
Teori tanggung jawab sosial berasal dari inisiatif orang Amerika – Komisi Kebebasan Pers atau the Commission of Freedom of the Press. Pendorong utamanya adalah tumbuhnya kesadaran bahwa dalam hal-hal tertentu yang penting, pasar bebas telah gagal untuk memenuhi janji akan kebebasan pers dan untuk menyampaikan maslahat yang diharapkan bagi masyarakat.[3] Teori tanggung jawab sosial mempunyai inti pemikiran: siapa yang menikmati kebebasan juga memiliki tanggung jawab tertentu kepada masyarakat. Teori ini muncul karena teori libertarian dinilai terlalu mementingkan kebebasan.[4]
Lalu, apakah teori ini dapat diterapkan di sebuah negara? Menurut Denis McQuail dalam bukunya Mass Communication Theory, teori tanggung jawab sosial dapat diterapkan secara luas, karena ia meliputi beberapa jenis media cetak privat dan lembaga siaran publik, yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai bentuk prosedur demokratis pada masyarakat. Landasan utamanya adalah: asumsi bahwa media melakukan fungsi yang esensial dalam masyarakat, khususnya dalam hubungan dengan plitik demokrasi, pandangan bahwa media seyogyanya menerima kewajiban untuk melakukan fungsi itu – terutama dalam lingkup informasi, dan peneyediaan ruang bagi bagi berbagai pandangan yang berbeda, penekanan pada kemandirian media secara maksimum, konsisten dengan kewajibannya kepada masyarakat, penerimaan pandangan bahwa ada standar prestasi tertentu dalam karya media yang dapat dinyatakan dan seyogyanya dipedomani.
Prinsip utama teori tanggungjawab sosial sekarang dapat disajikan sebagai berikut:
  • Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu pada masyarakat.
  • Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesionalitas tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, objektifitas dan keseimbangan.
  • Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada.
  • Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan, atau ketidak tertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama.
  • Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab.
  • Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
  • Wartawan dan media profesional seyogyanya bertanggungjwab terhadap masyarakat dan juga kepada pemilik modal serta pasar.[5]
Berbeda pendapat dengan McQuail yang berpendapat bahwa teori tanggung jawab sosial dapat diaplikasikan secara luas,  Soemarno dalam modul Perbandingan Sistem Komunikasi menyatakan, dalam kenyataannya sistem tanggung jawab sosial tidak dapat dipraktekkan dan hanya menjadi teori semata dengan alasan sebagai berikut:
a. Dua Ambang Kecenderungan
Sistem tanggung jawab sosial berada diantara dua sistem komunikasi lainnya, yaitu autoritarian dan libertarian. Manusia menginginkan kebebasan tanpa adanya kekangan dan tekanan dari penguasa karena hal tersebut adalah hambatan untuk mengembangkan cita-cita, ide atau kehendak, sehingga fungsi primer dari suatu sistem tidak mungkin tercapai. Demikian pula dengan pers dan media massa yang tidak menginginkan campur tangan pemerintah yang terlalu jauh.
Pers dan pemerintah berada dalam dua posisi yang berbeda karena keduanya memiliki kepentingan yang berbeda. Dalam sistem tanggung jawab sosial, kecenderungan ke arah autoritarian mungkin akan terjadi bila bila penguasa terlalu ketat mengendalikan pers dalam bentuk peraturan dan perundangan dengan sanksi-sanksi hukumnya. Dalam hal ini maka  pers menjadi alat penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Sebaliknya, bila penguasa memberikan kebebasan kepada pers, maka sistem social responsibility hampir menjadi seperti sistem libertarian.
Sistem tanggung jawab sosial terlalu menyerahkan tanggung jawab kepada individu dan lembaga pengelola media massa tanpa memperhatikan nilai-nilai psikologis yang ada pada diri manusia yang tidak lepas dari sifat subyektifnya, yang pada gilirannya sifat ini akan mengait pada lembaga, organisasi tempat individu tersebut berkiprah.
b. Tidak Ada Pola tertentu
Sistem tanggung jawab sosial bersifat universal. Menurut William L.Rivers dalam buku Responsibility in Mass Communication, perbedaan antara sistem tanggung jawab sosial yang dipakai di negara penganut komunis dengan negara penganut paham demokrasi yaitu terletak pada masyarakat dan sistem kepartaian yang dianutnya. Pada negara komunis, tanggung jawab sosial dikondisikan dan dibatasi, sedangkan pada negara demokrasi tanggung jawab sosial diserahkan kepada masyarakat dan tidak pernah rapi.
Menurut Rivers, pemerintah tidak perlu ikut campur terlalu jauh dalam mengendalikan kehidupan pers karena akan mengubah sistem menjadi lebih cenderung ke arah autoritarian. Ungkapan ini menunjukkan bahwa tidak ada suatu negara yang menerapkan sistem social responsibility secara utuh, sehingga tidak ada pola yang bisa dijadikan ukuran perbandingan antara sistem ini dengan sistem lainnya.
c. Ajang Rebutan Para penyandang Modal
Penerapan sistem social responsibility memberikan dampak negatif terhadap proses berlangsungnya transaksi-transaksi komuniaksi, terutama dalam hal pengelolaan media massa, khususnya pers. Pers akan menjadi ajang rebutan para penyandang modal karena pers merupakan bisnis yang sangat menguntungkan. Dalam kondisi tersebut, pers tidak bisa melaksanakan fungsinya secara sehat dengan alasan sebagai berikut:
1)      Pers akan menjadi alat bagi suatu kelompok yang mempunyai interest tertentu,
2)      Para pemilik perusahaan lebih berorientasi kepada keuntungan bisnis atau komersial ketimbang pada mutu mutu muatannya,
3)      Media massa, khususnya pers sering memberikan perhatian terhadap hal-hal yang tampak dari luar terlihat sensasional, sehingga sering gagal dalam menyajikan hal-hal atau peristiwa-peristiwa kemanusiaan.
4)      Media massa, khususnya persndikendalikan oleh salah satu kelas ekonomi, kelas-kelas bisnis dan musuh.
d. Menimbulkan Disintegrasi
Orientasi para pemilik atau penguasa media massa terhadap bisnis atau komersial memberi dampak tajam terhadap hal-hal sebagai berikut:
1)      Media massa dapat menganggu kemerdekaan pribadi individu-individu warga negara,
2)      Media massa dapat membahayakan moral bangsa atau moral publik,
3)      Munculnya berbagai opini yang dibentuk oleh media massa karena ragam pemiliknya.
Kondisi semacam ini dapat menimbulkan disintegrasi keyakinan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tujuan sistem (negara) tidak mungkin tercapai.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Denis McQuail, 1996, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (terjemahan), Erlangga:Jakarta
Soemarno, 2004, Perbandingan Sistem Komunikasi, penerbit Universitas Terbuka:Jakarta.
William L. Rivers, 2004, Media Massa & Masyarakat Modern (terjemahan), kencana:Jakarta.

[2] Soemarno, Perbandingan Sistem Komunikasi, (Jakarta:2004), hlm.5.11
[3] Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (terjemahan), (Jakarta:1996), hlm.115
[4] William L. Rivers, Media Massa & Masyarakat Modern (terjemahan), (Jakarta:2004), hlm.99
[5] Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (terjemahan), (Jakarta:1996), hlm.117
[6] Soemarno. 2004. Perbandingan Sistem Komunikasi. Universitas Terbuka:jakarta. Hal.5.11-5.14

Sumber : 
http://stroberijuice.wordpress.com/tag/sistem-komunikasi/