Organisasi sebagai sebuah system
Organisasi merupakan sebuah kesatuan
yang utuh dan kompleks. Didalamnya terdapat berbagai elemen yang saling
berkaitan. Antara elemen memerlukan interaksi agar organisasi sebagai sistem
dapat mencapai tujuannya. Humas adalah salah satu aspek dari elemen organisasi
untuk ikut serta membantu mengelola interaksi organisasi dengan
komponen-komponennya.
Menurut grunig dan hunt (1984),
sebuah sistem terdiri atas aspek aspek sebagai berikut : environment
(lingkungan), boundary (pembatas), input (masukan), output (keluaran),
throughput dan feedback (umpan balik). Organisasi sebagai sebuah sistem yang memiliki
batas batas wilayah yang jelas, hidup pada sebuah lingkungan tertentu.
Sistem tertutup adalah sebuah sistem
yang tidak berinteraksi dengan lingkungannya. Ketika sebuah sistem tidak bisa
lagi memenuhi kebutuhan serta menyerap keluarannya sendiri, atau dengan kata
lain ia memerlukan atau bergantung pada sistem yang lain atau lingkungannya
untuk bisa bertahan hidup, maka sistem tersebut secara otomotis telah berubah
menjadi sistem yang terbuka.
Humas adalah fungsi yang diperlukan
oleh sebuah organisasi yang menganut sistem terbuka untuk mengelola hubungan
atau interaksi
serta komunikasi antara organisasi dengan pihak pihak luar tersebut. Grunig dan
hunt (1984) menyebut humas dengan istilah boundary spanner, karena posisinya
yang mengantarai
atau berada di perbatasan manajemen pusat dengan bagian bagian lain yang ada di
dalam organisasi serta antara organisasi dan lingkungannya.
Kehadiran humas dalam organisasi
menjadi sangat diperlukian karena humaslah yang bertugas sebagai perantara atau
penghubung antara organisasi dengan lingkungannya.Kearney (1984) seorang
antropolog menyatakan bahwa worldview adalah a set of images or assumptions
about the world. Sementara Kuhn (1970) menyatakan bahwa worldview adalah a
paradigm that stands for the entire constellation of beliefs, values,
techniques and so on shared by the member of a given community. Worldview
adalah semacam paradigm yang dianut oleh suatu masyarakat.
Menurut grunig (1989) ada dua jeni worldview yang bisa
dianut adalah : symmetrical worldview (paradigma simetris) dan asymmetrical worldview (paradigma
asimetris). Sebuah organisasi agar bisa bertahan dalam lingkungan dengan baik
dan mampu menjalin hubungan yang positif dengan lingkungan tersebut sebuah
organisasi memerlukan paradigma yang simetris. Sebaliknya sebuah organisasi
tidak akan dapat bertahan lama dalam sebuah lingkungan jika ia memiliki
seperangkat paradigma yang asimetris.
Paradigma yang asimetris tersebut adalah :
- Internal orientation (berorientasi ke dalam) : para anggota organisasi tersebut hanya bisa melihat kepada dirinya sendiri namun tidak mampu membayangkan bagaimana orang lain memandang organisasi tersebut.
- Closed system : informasi hanya bergerak ke luar dari organisasi namun tidak ada informasi yang masuk ke dalam organisasi.
- Efficiency : efisiensi adalah segala galanya bagi organisasi.
- Elitism : menganggap pimpinan organisasi sebagai yang paling tahu dan yang paling bijak.
- Conservatism : organisasi enggan untuk berubah
- Tradition : tradisi turun temurun dalam organisasi tersebut dianggap sebagai pakem yang tidak bisa diubah ubah lagi bahkan bila tradisi tersebut tidak sesuai lagi dengan perubahan jaman.
- Central authority : kekuasaan harus terkonsentrasi pada segelintir orang yang ada di pucuk pimpinan perusahaan.
Paradigma yang simetris adalah :
- Interdependence : organisasi menyadari bahwa ia tidak bisa mengisolasi diri dari lingkungan sekitar.
- Moving equilibrium : organisasi sebagai sebuah sistem bisa saja berupaya untuk mencapai kondisi equilibrium yaitu kondisi yang stabil namun ia harus menyadari bahwa kondisi stabil tersebut tidak akan selamanya bertahan.
- Equity : organisasi beroperasi atas dasar persamaan hak antar manusia.
- Autonomy : memberikan otonomi yang cukup luas kepada karyawan.
- Innovation : organisasi bersikap fleksibel atau luwes dalam menghadapi adanya gagasan gagasan baru dan tidak terpaku pada konsevatisme atau tradisi yang ketinggalan jaman.
- Decentralization of management : ada pendelegasian kewenangan yang memadai para manajer berperan lebih sebagai koordinator dari pada diktator.
- Responsibility : organisasi dan para anggotanya harus menyadari bahwa kehadiran mereka dalam suatu lingkungan memiliki dampak bagi sistem lain yang ada di lingkungan tersebut.
- Confliet resolution : organisasi bersikap terbuka terhadap adanya konflik.
Kedudukan Humas dalam Struktur
organisasi
Secara fungsional humas tidak harus
ada sebagai state of being atau sebagai sebuah bagian tersendiri dengan segala
konsekuensi sebuah bagian yang memiliki fasilitas ruang pimpinan dan staf
tersendiri. Secara struktural humas telah terlembagakan ke dalam bagian
tersendiri. Dalam hal ini djanaid (2000) mengklasifikasikan menjadi dua, yakni
sebagai state of being dan menthod of communication. Sebagai menthod of
communication humas dipahami sebagai sebuah aktivitas berhubungan dengan publik
melalui pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh siapa saja yang berada dalam
organisasi tersebut. Sedangkan sebagai state of being humas telah terlembagakan
ke dalam bagian bagian dalam struktur organisasi.
Bagaimana keberadaan dan peran humas di dalam struktur
organisasi ?
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan humas
dalam organisasi adalah :
- Besar kecilnya organisasi : hal ini mencakup kemampuan sumber daya yang dimiliki organisasi.
- Kemauan pimpinan : beberapa kalangan memandang istilah media relation officer lebih tepat daripada public relations officer apabila maksud pimpinan mengangkat petugas humas untuk mengelola hubngan dengan media massa. Istilah jurnalist in house lebih tepat digunakan untuk petugas humas yang diberi wewenang dan deskripsi tugas mengelolah media internal. Cutlip, center dan broom (1985) menggambarkan bagaimanan kedudukan humas dalam sebuah organisasi : bahwa posisi humas idealnya diletakkan sejajar dengan fungsi fungsi penting organisasi lainnya. Sebuah organisasi besar biasa memiliki tiga lini manajemen yaitu manajemen lini atas, manajemen lini tengah (middle line management) serta manajemen lini bawah (lower line management).
Grunig dan hunt (1984) yang merujuk hasi karya broom
dan dozier mengidentifikasi peran humas sebagai teknisi dan peran sebagai
manajer. Tiga jeni peran manajer, yaitu :
- Expert preciber : Praktisi humas dianggap sebagai seorang ahli yang bisa memberi solusi bagi permasalahan humas sebuah organisasi dan manajemen.
- Communication facilitator : peran peran sebagai fasilitator komunikasi antara organisasi dan publiknya. Praktisi humas bertindak sebagai perantara, penghubung, penerjemah serta mediator, menjaga terwujudnya komunikasi dua arah antara organisasi dan publiknya.
- Problem solving process facilitator : Humas dilibatkan dalam memecahkan masalah organisasi, meskipun peranannya masih dalam koridor komunikasi.
Selanjutnya, dozier mengidentifikasi dua peran
ditingkat menengah, yaitu :
- Media relations role : tugas pratiksi humas adalah memastikan media selalu mendapat informasi dari organisasi/perusahaan dan menginformasikan kepada organisasi apa saja yang dibutuhkan dan dikhawatirkan oleh media.
- Communication and liaison role : pratiksi humas bertidak sebagai perwakilan organisasi pada acara acara tertentu dan secara posotif menciptakan kesempatan kepada manajemen untuk berkomunikasi dengan para publik organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar