Senin, 23 September 2013

Peta Konsep DIRI (Self )




DIRI ( THE SELF )


Setiap orang mempunyai gambaran tentang diri (self)-nya. Apakah self itu? Self segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri; bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri saja, melainkan juga tentang anak istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman-temanya, miliknya, uangnya. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan, yang melekat pada seseorang (Sarwono, 1997).
ASPEK ME
 William James, menanamkan diri cermin itu sebagai “diri publik” (public self atau me) yang dibedakannya dari “diri pribadi atau “aku” (private self atau I). Jadi, menurut James ada dua jenis diri yaitu “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berfikir dan berkehendak (subjective self).

Menurut James, ada tiga aspek Me :

1.  Aspek material (material self), tubuh dan barang milik; segala sesuatu yang terlihat secara fisik.
2.
Diri social (social self), kesadaran tentang bagaimana seseorang dilihat oleh orang lain;
3.
  Diri spiritual (spiritual self), kepribadian dan aspirasi psikologis seseorang, kesadaran diri akan     perasaan danapa yang dipikirkan.

Akan tetapi, teori James yang menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono, sulit dikembangkan lebih lanjut karena baik dalam praktek maupun dalam penelitian-penelitian, sulit dibedakan antara dua diri itu. Oleh karena itu dalam pandangan Sarwono, teori-teori yang timbul kemudian menggunakan salah satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri) atau ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu dalam satu konsep yang lebih menyeluruh yaitu kepribadian.
Dalam pandangan para ahli psikologi, ego selain lebih luas dari self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti dari pada pribadi manusia, sedangkan self adalah lebih sebagai perwujudan fungsional daripada ego.


1.      KONSEP DIRI ( Self-Concept )


A. PENGERTIAN DIRI (SELF-CONCEPT)

Sebagai manusia, kita tidak hanya melakukan persepsi terhadap orang lain, tetapi , juga kita mempersepsi diri kita sendiri. Saat mempersepsi diri sendiri itu, diri kita menjadi subjek dan objek persepsi sekaligus.
Konsep diri adalah pikiran dan keyakinan seseorang mengenai dirinya sendiri. Deskripsi tentang self-concept bisa juga dibuat secara detail, meliputi banyak aspek, seperti sebuah resume seseorang .
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “persepsi yang bersifat fisik, social,dan psikologis, mengenai diri kita, yang didapat dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini dapat bersifat psikologis, social, dan fisis (Rakhmat,2003).
Harry Stack Sullivan menjelaskan, jika kita diterima oleh orang lain, dihormati dan memerima diri kita maka kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, apabila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan, dan menolak kita, kita cenderung tidak menyenangi diri sendiri (Rakhmat,2003).

B. SUMBER-SUMBER KONSEP DIRI

.
1. Self-Esteem (harga diri)
Self-esteem (harga diri) adalah penilaian, baik positif atau negative, individu terhadap diri sendiri. Tingginya self-esteem merujuk pada tingginya estimasi individu atas nilai, kemampuan, dan kepercayaan yang dimilikinya. Sedangakan self-esteem yang rendah melibatkan penilaian yang buruk akan pengalaman masa lalu dan pengharapan yang rendah bagi pencapaian masa depan. Orang dengan self-esteem tinggi memiliki sikap positif terhadap dirinya.
Harga diri merupakan salah satu komponen konsep diri. Konsep diri mempunyai dua komponen; komponen kognitif dan komponen afektif (Rakhmat,2003). Bisa jadi komponen kognitif berupa, “saya ini bodoh” dan komponen afektif berupa, “saya senang saya bodoh, ini lebih baik bagi saya”. Bisa jadi komponen kognitifnya sama, tetapi komponen afektifnya, ”saya malu sekali karena saya bodoh”. Komponen afektif inilah disebut harga diri. Adapun komponen kognitif disebut self-image (citra diri).

2. Social Evaluation (Penilaian Sosial)

Informasi tentang diri sendiri tidak kita dapatkan dari perenungan atau refleksi diri, melainkan dari orang lain yang akan mempengaruhi perilaku dan keinginan Anda untuk berubah atau tidak.

a. Reflected appraisal: Pantulan dari penilaian orang lain

b. Direct feedback umpan balik langsung



C. TEORI-TEORI KONSEP DIRI

1. Social Comparison (Pembandingan social)

Menurut ahli psikologi social modern, Leon Festinger, social comparison theory membantu menjelaskan berbagai macam fenomena, termasuk keyakinan social, perubahan sikap, dan komunikasi kelompok. Social comparison theory ini dibangun atas empat prinsip dasar, yakni berikut ini:
a. Setiap orang memiliki keyakinan tertentu.
b. Penting bagi keyakinan kita untuk menjadi benar.
c. Beberapa keyakinan lebih sulit untuk dibuktikan dibanding yang lainnya. Hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara objektif mungkin dibuktikan secara subjektif melalui pembuktian bersama (membuat orang lain setuju).
d. Ketika anggota dari kelompok rujukan (refrence group) saling tidak setuju tentang suatu hal, mereka akan berkomunikasi hingga konflik tersebut terselesaikan.

Pada poin ketiga, keyakinan subjektif, tidak bisa dibuktikan secara objektif, hanya dapat dibuktikan ketika kita berundinng dengan pendapat orang lain. Proses evaluasi keyakinan diri dalam hubungannya dengan orang lain adalah perundingan social (social comparison).

 Menurut social comparison theory, ada kecenderungan-kecenderungan dalam melakukan perbandingan social, yaitu:

a.      Similarity hypothesis (hipotesis kesamaan)
Biasanya kita membandingkan diri dengan orang yang memiliki kesamaan dengan kita khususnya dalam penampilan tetapi tidak dalam dalam pendapat walaupun kita mempunyai persamaan belum tentu pendapat kita didukung olehnya.

b. Related attributes hypothesis (hipotesis atribut yang berhubungan)
Kita membandingkan penampilan tidak hanya dengan mereka yang memiliki kesamaan, tetapi juga dengan orang yang kita pikir semestinya sama dengan kita.

c. Downward comparisons (pembandingan ke bawah)
Membandingkan diri dengan orang yang kita pikir lebih rendah (inferior), terjadi ketika merasa kecewa atau gagal.

d. Consequences of social comparisons (Konsekuensi dari perbandingan social)
Perbandingan social merupakan proses yang terjadi otomatis, dan biasanya terbatas pada hal lain yang relevan dengan orang-orang latar belakang atau tujuan yang sama memberi dampak pada cara kita mengevaluasi diri sendri.

2. Persepsi diri (Self-Perception)

Menurut Daryl Benn, ketika kita menilai pendapat sendiri maka kita akan mengambil perilaku kita sebagai petunjuk (clues), daripada menganalisis diri kita secara mendalam.
Dalam teori persepsi diri (self-perception) ini terdapat dua macam cara bagaimana menempatkan diri pada hal yang sama ketika kita mencoba memahami orang lain, yaitu:

a. Self-Attribution (Atribusi Diri)
Dalam mebuat self-attribution, menurut teori self-perception, kita merundingkan kehadiran kita dan perilaku yang diingat, dan mencoba mendapatkan penjelasan mengenai polanya.
b. Overjustification (Pembenaran yang Berlebih)

Jika seseorang bekerja hanya memikirkan upah yang besar mendorong kita untuk berkesimpulan bahwa uang –sebagai tujuan ekstrinsik- adalah motivasi utamanya. Sebaliknya, apabila seseorang bekerja keras melakukan sesutau tanpa bayaran, kita menyimpulkan orang itu pasti sangat menikmati pekerjaannya karena itu ia mempunyai motivasi intrinsik.

D. HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI

Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat,2003).
 Apabila seorang pegawai menganggap dirinya sebagai orang rajin, ia akan berusaha datang kekantor secara teratur, berada dikantor krtika jam kerja, membuat catatan yang baik, dan mempelajari konsep kerja dan memerapkaannya dengan sungguh-sungguh sehingga dan mengkonsultasikan kepada atasan jika menghadapi hambatan kerja, akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Apabila orang merasa rendah diri, ia akan mengalami kesulitan untuk menyampaikan gagasanya kepada orang-orang yang dihormati, tidak mampu berbicara di depan umum, atau bahkan merasa gugup berbicara dengan orang-orang lain.
Kecendurngana untuk bartingkah laku sesuai konsep diri oleh Jalaludin Rahmat disebut ”nubuat (meramalkan)yang dipenuhi sendiri”, artinya Anda berprilaku sesuai dengan konsep diri Anda. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda lekatkan pada diri Anda. Ada dua kualitas konsep diri: positif dan negative. Kualitas konsep diri ini mempengaruhi keberhasilan komunikasi interpersonal seseorang. Konsep diri yang positif akan melahirkan pola perilaku interpersonal yang positif pula, sebaliknya konsep diri yang negative dapat berakhir buruk bagi komunikasi interpersonal.



KONSEP DIRI POSITIF

Tanda orang yang memiiliki kualitas konsep diri positif (Brook dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003))

1. Yakin akan mampu mengatasi masalah.
2. Merasa setara dengan orang lain.
3. Menerima pujia tanpa rasa malu.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Mampu memperbaiki dirinya karena mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif: (Hamachek (dalam Rakhmat,2003))
1. Betul-betul meyakini nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Namun, ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu apabila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukan bahwa ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi di waktu lalu,dan apa yang sedang terjadi di waktu sekarang
4. Memiliki keyakinan pada kemampuan untuk mengatasi persoalan. Bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu , latar belakang keluarga, atu sikap orang lain terhadapnya
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari perasaan sedih sampai bahagia, dari perasaan kecewa yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10.mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.
11.peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan social yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negative adalah:
1. Peka terhadap kritik; artinya ia tidak tahan menerima kritik, mudah marah dan naik pitam. Baginya, koreksi dari orang lain sering kali dianggap sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2. Sangat responsive dan antusias terhadap pujian. Baginya, segala hal yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
3. Hiperkrtis terhadap orang lain. Sikap ini dikembangkan sejalan dengan sikap kedua tadi; di satu pihak ia selalu ingin dipuji, tetapidi pihak lain ia tidak sanggup mengungkap penghargaan atau pengakuan akan kelebihan orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun.
4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tak diperhatikan. Ia tidak mempermasalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari system social yang tidak beres. Ia menganggap orang lain sebagai musuh hingga tak dapat melahirkan kehangatan dalam berhubungan denga orang lain.


E.  KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI

A. PENGERTIAN KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI

Seperti yang dikatakan oleh Willim James, seorang bisa menjadi objek pikirannya sendiri. Inilah kognisi social. Penjelasan mengenai social cognition (kognisi social) ini akan memudahkan pemahaman tentang social self.

1. Self-awareness (Kesadaran Diri)

Self-awareness (kesadaran diri) merupakan perhatian sesorang yang terfokus pada diri sendiri, perasaannya, nilai, maksud, dan atau evaluasi dari orang lain. Pada diri manusia ada dua dimensi: (1) yang diketahui oleh diri pribadi (daerah privat/pribadi) dan (2) yang diketahui oleh orang-orang lain (daerah public). Irisan antara dua dimensi ini menghasilkan empat jendela, yakni
                                                                 
a.      Open Self (daerah terbuka):  Menyajikan informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan, motif, dan ide yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain.

b.      Blind self (Daerah Buta) : Menyajikan hal-hal tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain namun tidak diketahui oleh diri kita.

c.          Hidden self (Daerah Tersembunyi) : Berisi Tentang hal-hal yang kita ketahui dari dalam diri kita sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain.

d. Uknown Self (Daerah Tidak Diketahui/Tidak Dikenal) : Merupakan aspek diri kita yang tidak diketahui baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain.


De Vito menyebutkan lima hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-awareness:

1. Bertanya tentang diri kepada diri sendiri.
2. Mendengarkan orang lain.
3. Secara aktif mencari informasi tentang diri sendiri.
4. Melihat diri kita dari sisi yang lain.
5. Meningkatkan open-self.

Self-awareness bisa berkurang ataupun menurun(deindividuation) akibat stimuli kondisi tertentu akibat dari kondisi lingkungan social.

2.                  Self-Schemata (Skema Diri)

Skemata merupakan kategorisasi gagasan mengenai stimuli yang dikembangkan oleh diri sendiri. Oleh karena itu, self-schemata adalah seperangkat susunan self-generalizations (hal-hal yang umum) dari diri seseorang, yang didapat dari penilaian yang dilakukan sendiri atau orang lain, bersifat dinamis, dapat berubah seiring perkembangan informasi dan pengalaman bersifat standar atau ukuran bagi diri seseorang.







B. SELF-MOTIVATION (MOTIVASI DIRI)

Psikologi social berfokus pada cara diri dimotivasi untuk mengumpulkan informasi, mengingat, dan memprosesnya, dan bertindak dalam lingkungan social.

1. Self-Consistency (konsistensi Diri)

Dorongan untuk mempertahankan konsistensi penilaian diri kita di masa lalu dan kini, serta berbagai elemen kognisi (seperti sikap dan perilaku). Ketika self-concept seseorang menemui tantangan maka orang itu biasanya akan menguatkan penilaian dirinya sendiri, daripada memikirkan kembali pertentangan yang terjadi.

a. insufficient justification

Membangun rasionaliatas –self-justification- untuk memulihkan self-consistency dirinya hal ini dilakukan ketika seseorang tidak mendapat pembenaran dalam perbuatannya.

b.      Decision-Making (pembuatan Keputusan)

Self-justification juga dibuat dengan cepat setelah seseorang membuat suatu keputusan yang sulit. Alasan yang muncul setelah keputusan tersebut merupakan pembenaran atas pilihan yang telah diputuskan saat itu, yang singkat dan sulit.

2. Self-Enchancement (Peningkatan Diri)

Self-enchacement terjadi melalui proses, seperti donward comparisons, meyakinkan diri atas kelebihannya dari orang lain atau self-justifiction, untuk merasionalisasikan perilaku yang bertentangan dengan diri.

a. Self-serving processes

Proses ini umumnya melibatkan tiga bentuk kognisi social yang diaplikasikan pada perlindungan terhadap self-esteem, yaitu:

1) Egocentric Bias (Bias Egosentris)
2) False Comparison Effects (Efek Perbandingan Palsu)
3) Beneffectance (Bias dalam atribusi)

b. Self-Presentation (Penyajian Diri)

Banyak kognisi diri dimotivasi oleh perhatian terhadap penyajian diri (self-presentation).

PROSES SELF-PRESENTATION:

1) Impression management ( Pengolahan Kesan)
2) Social accounting  (Tekanan bertindak semestinya walau dengan orang yg tidak dikenal)
3) Self-Monitoring (Pengawasan Diri)






2.   MEMORI dan BERPIKIR
A. MEMORI
Memori kemampuan untuk merekam, menyimpan atau memanggil kembali informasi. Menurut Schlessinger dan Groves (1976), memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organism sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. memori adalah proses yang mencakup tiga tahap:
1. Perekam (enconding), yakni pencatatan informasi melalui indra penerimaan dan system syaraf internal.
2. Penyimpanan (storage), yakni menetukan berapa lama informasi bersama kita, dalam bentuk apa dan dimana.
3. Pemanggilan kembali atau mengingat kembali (retrival), yakni proses menggunakan informasi yang disimpan.
Teori mekanisme kerja memori :
1. Teori Aus (Disuse Theory) : Memori hilang tau memudar karena waktu, seperti otot, memori kita baru kuat apabila dilatih terus menerus.
2. Teori Interfensi: Rekaman memori yang berikut akan menghapus atau mengaburkan memori yang tersimpansebelumnya.
3. Teori Pengolahan Informasi:  Informasi mula-mula disimpan di sensory storage (gudang indrawi) lalu ke short-term memory (memori jangka pendek), lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke longterm memoty (memory jangka panjang)
1.Jenis-jenis Memori:
a. Memori jangka pendek (short term memory). : Pengingat informasi dalam waktu relative sangat singkat.
b. Memori jangka panjang (long-term memori). : Informasi yang diingat dalam waktu yang relatif panjang/lama.
Dari bentuk informasi yang disimpannya, ada dua jenis memori :
 a. Memori semantic (semantic memory), yakni pengetahuan umum kita tentang orang, tempat, dan halhal lain di dunia.
b. Memori episodic (episodic memory), yakni informasi yang bersifat personal atau informasi yang diingat orang berdasarkan tempat atau waktu yang khusus. Memori jelas ini juga termasuk autobiographical memories, yakni semua ingatan tentang diri sendiri.
 Memori semantic dan episodic saling berkaitan. Pengetahuan semantic berasal dari memori episodic, sementara memori episodic diatur berdasarkan kategoti-katergori semantic.
2. Proses Seleksi  Dalam komunikasi manusia selalu melakukan proses seleksi (selective processes). Ada tiga macam proses seleksi,
a.selective attention
b. selective perception
c. selective memory

Proses seleksi ini dipengaruhi oleh banyak factor, baik dari dalam(internal) maupun dari luar diri kita (eksternal). Beberpa diantaranya adalah budaya, usia, jenis kelamin, keluarga, agama, pendidikan, pengalaman,penampilan objek itu sendiri. 
Perhatian selektif (selective attention) kadang-kadang juga disebut selective exposure. Selective attention secara sederhana dapat diartikan kita memberi perhatian pada hal-hal yang menonjol bagi kita. Selection attention adalah bagian dari selection perception. Selection memory kadang-kadang juga disebut selection retention.

B. BERPIKIR (THINKING)
 Berpikir atau lebih luas, kognisi adalah penggunaan Persepsi, kombinasi mental, dan penyajian internal tentang symbol, objek atau konsep (Dworetzky). Definisi lain menyebutkan berpikir adalah setiap perilaku yang menggunakan ide (Higard) Ketika kita membayangkan sesuatu atau berusaha memecahkab persoalan, kita disebut berpikir.
Berpikir diperlukan untuk memahami realitas dalam rangka pembuatan keputusan (decision making), memecahkan persoalan(problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity), Anita Taylor, dkk. Mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (thinking is a inferring process)
Secara garis besar ada dua macam berpikir
1.Berpikri autistic  lebih tepat disebut melamun, berfantasi, mengkhayal.
2. Berpikir demikian, orang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar2 fantastis.
Berpikir realistic  disebut juga nalar (reasoning), yakni berpikri dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Ruch (dldm Rakhmat) 2003) menyebut ada tiga macam bentuk berpikir realistic, yakni :
1. Berpikir deduktif : mengambil kesimpulan dari hal-hal yang umum kepada hala-hal yag khusus.
2. Berpikir induktif: merupakan kebalikan berpikir deduktif
3. Berpikir evaluative, yakni berpikir kritis, menilai baik buruknya, tetap tidaknya suatu gagasan.
Menurut Rakhmat, perkembangan mutakhir psikologi kognitif menunjukkan bahwa manusia lebih sering berpikir logis, seperti berpikir deduktif. Rakhmat mengutip Hunt yang menyatakan, berpikir logis bukanlah kebisaaan kita atau hal yang alamiah. Hal yang lazim dilakukan orang dalam berpikir adalah berpikir analogis, yakni berpikir dengan cara menggunakan perbandingan atau kontras.
Tiga fungsi berpikir :
1.        Membuat Keputusan (Decision Making)
 Dalam kehidupan manusia yang dinamis, kita tidak hanya harus menyeleksi, menginterpretasi, dan mengingat informasi, tetapi kita juga menggunakan informasi sebagai dasar untuk memutuskan bagaimana tindakan atau perilaku kita. Beberapa asumsi yang mendasari proses decision making adalah :
a. keputusan merupakan hasil berpikir
b. keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternative
c. keputusan selalu melibatkan tindakan nyata walaupun pelaksanaannya bisa ditunda atau dilupakan. Pembuatan keputusan kita terjadi dalam apa yang disebut informasi use environment.
 Ada empat jenis information use environment :
a. Geografikal : ditetapkan oleh batas-batas fisik dan geografis, misalnya ruangan, gedung, RT, kelurahan , kota, Negara.
b. Interpersonal: ditetapkan oleh kehadiran orang lain dalam situasi tatap muka, misalnya wawancara, kencan, bercakap-cakap.
c. Grup atau organisasional: ditetapkan oleh adanya individu2 dalam unit kelompok atau organisasi yang terbentuk untuk tujuan tertentu, misalnya klub olahraga, kelompok keagamaan, perusaahan swasta.
d. Pembuatan keputusan terjadi dalam tahap-tahap (sekuen) yang disebut information use sequence, yakni : - deskrispsi, klasifikasi, evaluasi, tindakan  Menurut Rakhmat (2003), proses pembuatan keputusan sangat tergantung pada factor-faktor personal atau individual.

Termasuk factor tersebut adalah

1. Kognisi (pengetahuan yang dimiliki)
2. Motif
3. sikap
2. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
 Masalah timbul jika aktivitas mencapai tujuan terhambat, ketika suatu kebutuhan tidak terpenuhi atau ketika pertanyaan tidak terjawab. Banyak factor yg mempengaruhi :
 a. factor situasional, yakni sifat stimulus yg menimbulkan masalah (seperti baru-lama, sulit-mudah, sering-jarang)
b. factor personal, yakni factor biologis dan sosiopsikologis (misalnya motivasi, sikap, kebisaaan, dan emosi).
Proses pemecahan masalah terjadi secara bertahap :
a. Terjadi peristiwa yg menghambat perilaku tertentu yg bisa. Pada saat ini orang akan berusaha mengatasinya dengan pemecahan yg rutin.
b. Jika cara bisa di atas gagal, anda akan menggali memori anda untuk mencari cara-cara yg rutin.
c. Anda melakukan berbagai cara utk mengatasi masalah. Anda menggali segala kemungkinan pemecahan masalah dari pikiran anda. Anda disini akan melakukan uji coba.
 d. Anda mencoba memahami situasi yg terjadi, mencari jawaban dan menemukan kesimpulan yg tepat. Disini sering digunakan analogi.
e. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Kilasan pemecahan masalah ini disebut insight solution.
3. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat.
a. Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yg baru atau yg secara statistic sangat jarang terjadi.
b. Harus dapat memecahkan persoalan secara realistis.
c. Merupakan usaha mempertahankan insight yg orisinal, enilai, dan mengembangkan sebaik mungkin.

Guilford membedakan antara berpikir kreatif  dan tdk kreatif dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Berpikir konvergen adalah kemampuan utk memberikan satu jawaban yg tepat pada pernyataan yg disajikan. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan. Berpikir divergen, jawaban atas petanyaan yg diajukan bisa banyak.
Menurut Guilford, orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Orang-orang kreatif berpikir dengan cara analogis, mereka mampu melihat berbagai hubungan yg tdk terlihat oleh orng lain.
Tahap berpikir kreatif:
1. Orientasi masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi.
2. Preparasi pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yg relevan dengan masalah.
3. Inkubasi: pikiran beristirahat sebentar,ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dlm jiwa bawah sadar kita.
4. Iluminasi masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yg memecahkan masalah.
5. Verifikasi tahap terakhir utk menguji dan secara kristis menilai pemecahan masalah yg diajukan pd tahap keempat.
Tandai orang-orang kreatif, yaitu sbg berikut (Rakhmat, 2003)
1. Kemampuan kognitif. Termasuk disini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasangagasan baru, gagasan2 yg berlainan. Dan fleksibilitas kognitif.
2. Sikap yg terbuka. Orng kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal. Ia memiliki minat yg beragam dluas.
3. Sikap yg bebas, otonom, dan percaya pd diri sendiri. Orang kreatif tdk terlalu senang diatur, ia ingin menampilakn dirinya semampu dan semaunya. Ia tdk mau terlalu terikat dengan konvensi2 sosial.
3. PERHATIAN
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (state of focused mental activity).
Faktor yang mempengaruhi perhatian:
1. Faktor Situasional
a.Gerakan  Stimuli yang bergerak akan lebih menarik perhatian dibanding yang lainnya.
b.Kontras  Kita akan memberi perhatian pada stimuli yang lebih menonjol disbanding stimuli-stimuli lainnya.
c.Intensitas Stimuli  Kita akan menoleh lebih dulu pada billboard yang paling besar diantara jajaran billboard di pinggir jalan
d. Novelty  Hal-hal baru yang berbeda yang luar bisaa akan lebih dapat menarik perhatian.
e. Perulangan Sesuatu yang berulang dapat lebih menarik perhatian.
f. Perulangan  Sesuatu yang berulang dapat lebih menarik perhatian.
2. Faktor Internal
a. Faktor-faktor biologis
b. Faktor Sosiopsikologis Motif sosiogenis, kebisaaan, sikap, dan kemauan, mempengaruhi apa yang kita perhatikan.
4. SENSASI DAN PERSEPSI
Setiap informasi yang berlainan akan diberi makna berlainan oleh orang yg berbeda. Dengan makna itulah manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi makna merupakan dasar untuk berinteraksi.

A.    PROSES SENSASI

Sensasi adalah proses menangkap stimulasi melalui alat indra. Indra terpenting manusia adalah penglihatan, kemudian pendengaran. Selain kelima indra dunia psikologis juga mengenal indra kinestesis yaitu indra yang member informasi tentang posisi tubug dan anggota badan.
Sedangkan vestibular adalah indra keseimbangan. Alat indra ini terletak dibagian dalam telinga. Apa saja yg menyentuh alat indra baik dari dalam maupun dari luar disebut stimuli. Proses sensasi terjadi saat alat indra mengubah informasi menjadi impuls impuls syaraf yg dimenrti oleh otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima oleh alat indra, stimuli harus cukup kuat dan melewati bata minimal intensitas stimuli (sensory threshold).
Faktor situasional dan factor personal mempengaruhi sensasi factor situasional mencakup segala hal atau situasi  yang berada diluar seperti keras lembutnya suara,tajam dan halusnya bebabuan, atau terang dan buramnya cahaya. Sedangkan factor personal menyangkut hal-hal yang dimiliki oleh seseorang kapasitas pendengaran, pengalaman dan lingkungan budaya. Hal tersebut dapat membedakan penerimaan sensasi sntara seseorang dengan yang lainnya. 

B.     PROSES PERSEPSI

Alat indra menangkap stimuli, lalu stimuli tersebut diubah menjadi sinyal yg dapat dimengerti oleh otak untuk kemudian diolah. Disinilah terjadi apa yg disebut dengan proses Persepsi, yaitu cara kita menginterpretasi atau mengerti pesan yg telah diproses oleh system indarwi kita. Persepsi adalah proses member makna pada sensasi. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Jika sensasi adalah proses kerja indra kita maka Persepsi adalah cara kita memproses data indrawi tadi menjadi informasi agar dapat kita artikan.
  Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami.  Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba). Sedangkan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi Sarwono 1997)
C.  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI

1.      Faktor Personal

1.      Kebutuhan
2.      Suasana mental
3.      Suasana emosional
4.      Latar belakang budaya
5.      Frame of reference (kerangka rujukan)

2.      Faktor Struktural
Persepsi dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari sifat stimuli dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sitem syaraf individu. Apabila memersepsi sesuatu, menurut aliran Gestalt, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan (Rakhmat 2003).
 Berbagai cara menyusun stimuli dikenal dengan Hukum Gestalt (yang dikemukan oleh sekelompok psikolog aliran Gestalt). Gestalt, artinya keseluruhan atau konfigurasi. Ide dasarnya adalah bahwa stimuli dikelompokkan menjadi pola sederhana yang memiliki arti.
Prinsip Utamanya Adalah :

a). Prinsip Kedekatan (Proksimistis). Stimuli yang salin berdekatan cenderung terlihat sebagai kelompok.
b). Prinsip Kesamaan (Similaritas). Stimuli yang serupa tampak merupakan kelompok. Prinsip ini tidak hanya berlaku terhadap kesamaan bentuk, tetapi juga kesamaan warna, permukaan, kerumitan.
c) Prinsip Kelengkapan (Closure). Kita cenderung melengkapi bagian yang kosong dan melihat gambaran yang lengkap terutama apabila yang kosong itu adalah bagian kecil.

 Berdasarkan prinsip Gestalt ini, untuk memaknai suatu pesan, kita harus memandangnya dalam hubungan kesatuan/keseluruhan, bukan memahami bagian-bagiannya saja secara terpisah. Demkian pula kalau kita memahami seseorang seharusnya dengan melihat orang itu dalam konteksnya, missal keadaan keluarga, lingkungan, permasalahan yang dihadapu, prinsip hidup.

D.      Atraksi Interpersonal
Atraksi berasal dari bahasa latin “attrahere (att: menuju) dan “trahere”: menarik. Jadi, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan daya tarik seseorang. Atraksi berkaitan dengan daya tarik dalam komunikasi yang dapat mendasari hubungan interpersonal.
             Adapun proses umum dari Atraksi Interpersonal adalah  afiliasi, daya tarik, dan atraksi interpersonal dan komunikasi.

1.     Afiliasi
Manusia adalah makhluk sosial.  Kebanyakan dari waktu ke waktu yang kita habiskan tentunya melibatkan orang lain dalam beberapa hal. Kecendrungan untuk berhubungan dengan jenisnya sendiri itulah yang disebut dengan afiliasi.

Berikut adalah alasan-alasan mengapa manusia berafiliasi dan variasi-variasi dalam afiliasi.

a.      Alasan-alasan untuk Berafiliasi
Terdapat beberapa alasan mengapa kita berafilisasi (bergabung dengan orang lain), disini akan dikemukakan tiga alasan penting, yaitu sebagai berikut :
a.      Alasan utama kita berafiliasi adalah untuk mendapatkan imbalan sosial (social rewards).
b.      Alasan lainnya mengapa seseorang melakukan afiliasi adalah untuk mengurangi rasa takut.   Misery loves company (kesengasaraan membutuhkan kawan). 
c.       Untuk mendukung sesuatu hal yang kita percayai, kita membandingkannya dengan oranglain agar mendapatkan validasi. Itulah pembandingan sosial, salah satu alasan yang kuat untuk melakukan afiliasi.

2.      Variasi-variasi dalam Afiliasi
Tidak semua orang mempunyai kebutuhan yang sama akan afiliasi, baik secara umum ataupun khusus (misalnya akan ketakutan).
Berikut adalah hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan afiliasi.
a.      Urutan kelahiran 
b.      Informasi
c.       Attachment          

b.      Daya Tarik (Atraksi)
 
Afiliasi menyediakan imbalan sosial, tetapi kebanyakan kita membentuk pilihan untuk bersama dengan individu dengan spesifikasi tertentu. Pilihan tersebut bagi hubungan sosial mengindikasikan adanya daya tarik (atraksi interpersonal), bukan hanya keinginan untuk afiliasi.

1.      Model-model Daya Tarik
Daya tarik atau atraksi tidak hanya memiliki satu sebab, tetapi merupakan responss yang timbul dari berbagai alasan dan stimuli. Menurut Weber, ada dua model atraksi yang berdasarkan pada kekuatan imbalan, dan satu lagi menawarkan proses dimana imbalan bisa dievaluasi.

a.    Model  imbalan Homan
Setiap interaksi yang kita lakukan ada pengorbanannya, bahkan transaksi bisnis kecil pun butuh waktu dan biaya.
 b.  Hukum ketertarikan Byrne
Don Byrne mengembangkan model serupa dengan prinsip imbalan Homans. Menurut Hukum Ketertarikan Byrne, semakin kuat usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapat imbalan dari seseorang maka kita akan merasa semakin tertarik.  

c.   Model tahapan Mursteins
     Model atraksi Bernard Murstein (disebut sebagai model 3 tahapan: stimulus, nilai, dan peran) mengatakan tidak.

3 tahapan yang dimaksud adalah:
-   Pada tahap stlimulus, kontak pertama dengan orang lain lebih menekankan pada hal-hal yang eksternal sebagai hal yang penting.
-    Pada tahap kedua dalam interaksi adalah tahap nilai; disini anda akan mengetahui apakah sikap dan nilai yang anda miliki sama dengannya, seperti agama atau gagasan politik.
-    Terakhir, tahapan peran. Hal yang penting adalah apakah anda dan dia dapat membangun peran yang kompatibel, saling mengisi, yaitu suatu cara untuk berhubungan satu sama lain.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
Hal-hal yang dapat menentukan ketertarikan (Atraksi) dapat dibedakan menjadi faktor personal dan situasional. Jalaluddin Rakhmat mengidentifikasi faktor-faktor sebagai berikut.

a.      Faktor personal

1) Kesamaan karakteristik personal
     Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai sikap, keyakinan, tingkat/status sosial ekonomi, agama, dan ideologi.
2) Tekanan emosional
     Orang yang berada di bawah tekanan emosional, cemas, dan stress, akan menginginkan kehadiran orang lain. Pada kondisi ini, kecenderungan untuk lebih menyukai orang lain pada gilirannya akan besar pula.
3) Harga diri yang rendah
    Sebuah studi menunjukkan, apabila harga diri seseorang direndahkan maka hasrat afiliasi menjadi bertambah.
4) Isolisasi sosial
     Tidak dapat disangkal lagi bahwa manusia adalah makshluk sosial. Manusia mungkin tahan hidup terasing untuk sementara waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama
b.   Faktor situasional
1) Daya tarik fisik (physical attractiveness)
    beberapa penelitian menunjukkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal.
2) Ganjaran (reward)
     Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu dapat berupa bantuan, dukungan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.
3) Familiarity
    Konsep ini artinya adalah hal-hal yang sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Jika kita sering berjumpa dengan seseorang, kita akan menyukainya.
 4) Kedekatan (proximity) dan closeness
      Konsep ini erat kaitannya dengan familiarity. Hubungan kita dengan orang lain tergantung pada seberapa dekat orang tersebut dengan kita.    
            5) Kemampuan (competence)
Ada kecenderungan bahwa kita menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari kita lebih berhasil dalam kehidupannya.

C.       Atraksi Interpersonal dan Komunikasi
Sulit untuk memisahkan atraksi interpersonal dengan interaksi orang lain. Kebanyakan apa  yang kita katakan sebagai hal yang menarik akan terungkap hanya setelah kita melakukan kontak dengan orang lain.
Daya tarik seseorang sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Hubungan-hubungan kita dengan orang lain sedikit banyak dipengaruhi oleh apakah kita menyukai orang lain atau tidak. Jika kita menyukai seseorang, kita akan cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengannya secara positif. Sebaliknya, apabila kita tidak menyukainya, kita akan melihatnya secara negatif.
Pentingnya daya tarik dalam komunikasi juga dilandasi oleh adanya efek timbal balik dalam ketertarikan. Kita menjadi tertarik pada seseorang yang tertarik kepada kita. Singkatnya, jika seseorang menyukai kita maka kita balik menyukainya.
Orang yang memiliki daya tarik bagi orang lain akan lebih dapat mempengaruhi pendapat dan sikap seseorang. Oleh karena itu, penilaian dan penafsiran akan sesuatu juga dipengaruhi oleh sejauh mana daya tarik orang tersebut bagi kita.

Persepsi Tentang Orang Dan Atribusi
INFERENSI SOSIAL
A.PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN PERSEPSI SOSIAL

  Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. (Rahman, 2003)

Persepsi objek
Persepsi Interpersonal
1
stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya
stimuli mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.  Adanya pihak ketiga yang menjadi mediasi stimuli, mengurangi kecermatan persepsi kita.

2
bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati
kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja tindakan tetapi juga motif tindakan itu.
3
ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita; kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya.
faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru.
4
objek relatif tetap
cenderung berubah-ubah

B.     INFERENSI SOSIAL

  Mempersepsi orang lebih sulit dan lebih mungkin untuk tidak cermat dari pada mempersepsi benda. Inferensi sosial berarti mengerti apa yg kita pelajari ttg orang atau orang-orang lain, menurut weber. Prosesnya dimulai dari mengumpulkan data sosial berupa : informasi sosial, penampilan fisik, isyarat-isyarat nonverbal, dan tindakan-tindakan orang lain.Semua itu membentuk data sosial yg terintegrasi dan terkumpul untuk membentuk kesan mengenai orang lain. Inferensi sosial datang dari empat sumber, yakni :  Informnasi sosial ttg orang lain,Penampilan, petunjuk nonverbal, implikasi tindakan orang lain.

        Informasi sosial ttg orang lain memiliki beberapa bentuk, seperti :

a. Trait (Sifat, Pembawaan)

Sifat yang dimiliki seseorang bersifat cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya. Sifat ini dapat menjelaskan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu.

b. Nama

Setiap manusia mempunyai nama yang membedakan dirinya dengan orang lain. Berbagai penelitian menunjukan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan mudah diingat daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya relative dan tergantung dari budaya dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih mudah untuk di ucapkan disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relative sulit diucapkan.

c. Stereotype

Secara definisi, stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu yang dianggap sebagai suatu kebenaran.. Stereotype itu muncul karena dari dalam kepala yang sudah ada karakter satu kelompok tertentu dan hal itu diberlakukan untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok itu. Stereotype bisa membawa efek tertentu.
Pertama adalah simplifikasi dan social judgement. Stereotype bisa mempermudah kita dalm berfikir tentang kelompok tertentu. Hal ini terjadi dengan stereotype itu kita langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan apa yang telah kita persepsikan sebelumnya.
kedua adalah oversimplikasi dan prejudice. Stereotype dengan mudahnya membuat kita menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas. Berlawanan dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negativf karena generalisasi yang dilakukan membuat kita bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu. Melakukan penilaian yang tidak benar berdasarkan stereotype tertentu yang dimiliki merupakan prejudice atau perasangka. Perasangka ini bisa bersifat negative terhadap kelompok tertentu. Biasanya, prasangka berdampak pada tindakan atau perilaku tertentu yang akhirnya bisa saja menjadi deskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu.

2. Penampilan
Tidak bisa dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan saat kita bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Penampilah fisik seseorang kita juga bisa memperoleh data – data social yang penting tentang dirinya.

a.       Daya tarik Fisik
 Bagus dan menarik bisa berbeda dan bersifat relatif untuk setiap orang. Bagi sebagian besar orang, daya tarik fisik memiliki konsekuensi tersendiri bagi pesepsi seseorang.
Ada dua bentuk efek yang mungkin timbul.
Pertama halo efect,cara kita menilai suatu karakteristik penting pada seseorang dapat mempengaruhi cara informasi yang lain tentang orang itu kita interprestasikan.
kedua the physical attractiveness streotype (steroetype daya tarik fisik). Memang apa yg di sebut sebagai penampilan bagus itu sifatnya relatif dan berbeda untuk setiap orang. Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok masyarakat tertentu,sudah ada semacam standar tentang apa atau siapa yang di sebut berpenampilan terbaik. Hal - hal menarik dan bagus akan di nilai baik atau lebih baik daripada hal yang tidak menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti penampilanya maka kita memiliki the physical attrativeness stereotype.
b.      Stigma
Mereka yang di anggap memiliki daya tarik fisik cenderung di berikan label sosial yg baik sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya tarik mendapatkan label yang kurang menyenangkan. Label - label sosial buruk yang di berikan pada sesuatu itu di sebut sebagai stigma.

Petunjuk  nonverbal seperti ekspresi wajah, kontak mata,gesture, suara.

3. PETUNJUK NONVERBAL

A.    Eksperi wajah

Ekspresi wajah menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat bepengaruh saat interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling dalam mengenali perasaan orang lain.

B.     Kontak mata

Bentuk dan cara seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan perhatian tertentu.

C.     Gesture

Gerakan tubuh (gesture) yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri. Petunjuk gesture dianggap sangat penting dalam proses komunikasi karena gerakan tubuh susah di kontrol atau di kendalikan secara sadar oleh orang. Apabila ada petunjuk lain(misalnya ucapan) yang bertentangan dengan tubuh, orang akan lebih mempercayai gerakan tubuh orang tersebut.

D.    Suara

Cara kita menggunakan bahasa ( yang tertulis maupun terucap )di sebut dengan paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendahnya suara (volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara, dan kecepatan berbicara. Suara penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal seseorang.

4. Tindakan

Dalam membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan diri atau memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain.

C.PEMBENTUKAN KESAN

1.Pembentukan Konsep Sosial.
Pengalaman social merupakan sesuatu yang dibentuk oleh diri kita sendiri saat menginter pretasikan pengalaman kita dan memberikan makna didalamnya.
Kelompok kualitas yang membantu kita berpikir tentang manusia disekitar kita itulah kosep social.
kosep social diperoleh melalui pengalaman, belajar, bahasa.

2.Pengorganisasian Kesan. terdapat beberapa strategi yang digunakan untuk mengorganisasikan kesan, yaitu: centrality, primacy versus recency, salience.

3.Pengolahan Informasi Sosial. terdapat dua proses spesifik yang dilakukan orang saat bergerak dari kesan yang diperolehnya menuju ketindakan yang dilakukannya, yaitu impression management dan social judgmen.

ATRIBUSI

A. PENGERTIAN ATRIBUSI

Atribusi adalah proses menyimpulka motiv, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia melakukan atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain. Atribusi mengenai orang lain bisa mengacu pada atribusi tentang perilaku orang lain, kapankah kita mengatakan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada atribusi situasional yang melatarbelakanginya. Kita tahu bahwa seseorang tidak selalu mengatakan atau melakukan hal – hal yang mereka yakini. Jadi bagaimana kita bisa tahu saat seseorang memang benar – benar melakukan apa yang ada dalam hatinya? Ada prinsip – prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal tersebut:
1. Prinsip yang menyebutkan bahwa pertama – tama kita harus tahu benar – benar bahwa tidak ada factor eksternal dari dirinya yang membuatnya mampu melakukan suatu tindakan tertentu.
jika tidak ada satu pun factor ekstenal yang ditemukan, baru kita mencari atribusi internal di dirinya.
2. Factor penting lain untuk melihat perilaku seseorang adalah dari harapan atau dugaan yang kita miliki tentang perilaku orang, berdasarkan informasi yang telah kita miliki tentang orang itu.
Pada dasarnya Kulik (1983) menyebutkan bahwa seseorang melakukan atribusi tentang orang lain sesuai dengan skema yang ada di dalam dirinnya. Jika seseorang berperilaku sesuai dan konsiten dengan skema itu, kita akan percaya bahwa hal itu terjaid karena sesuatu yang ada didalam diiriinya. Akan tetapi saat dia sikapnya berbeda, kita akan percaya bahwa itu terjadi karena situasi yang mendukungnya.

B. NAiVE PSYCHOLOGY

Menurut Fritz Heider yang terkenal sebagai tokoh psikologi atribusi, dasar untuk mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat. Orang tidaklah memerlukan suatu analisis psikologi atribusi, dasar untuk mencari penjelasann mengenai  perilaku seseorang melakukan suatu hal. Secara akal sehat ada dua golongan yang menjelaskan suatu perilaku. Pertama, yang berasal dari orang yang bersangkutan (atribusi internal), seperti suasana hati, kepribadian, kemampuan,kondisi kesehatan atau keinginan. Kedua, yang bersala dari lingkungtan atau luar dari oorang yang bersangkutan (atribusi eksternal), seperti yang ditekankan rdari luar, ancaman, keadaan cuaca dan lain sebagainya. Perilaku seseorang kita pahami sebagai sesuatu yang bisa dikendalikan atau sebaliknya, tidak bisa dikendalikan. Keduanya bisa muncul bersamaan dengan unsure dimensi yang lain.
Dimensi lain untuk menilai perilaku seseorang adalah apakah efek faktor tersebut bersifat spesifik atau umum (global). Misalnya, anda tidak biisa mengerjakan soal ujuian dengan baik karena melam sebelumnyu anda tidak dapat istirahat atau tidur. Sementara di pihak lain, soal yang anda hadapi tidak bisa dipahami dengan baik. Disini factor kurang tidur merupakan efek yang bisa diphami dengan baik. disini, factor kurang tidur  merupakan efek yang spesifik sementara tingkat pemahaman soal – soal ujian merupakan factor global.

C. TEORI – TEORI ATRRIBUSI

Berikut anda akan pelajari dua teori atribusi yang penting untuk anda ketahui.
1. Correspondent infrence theory (teori penyimpulan terkait)

Teori ini difokuskan pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri dikembangkan oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan perilaku orang merupakan sumber informasi yang kaya. dengan demikian, jika kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat mengambil kesimpulan.  Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristiknya?


a. Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinganan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
b. Pengamatan terhadapan perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan.
c. Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.

2. Casual analysis theory (Teori Analisis Kasual)
Teori ini merupakan teori atribusi yang lebih terkenal dikembangkan oleh Harold H. Kelley. Dasarnya adalah tetap commonsense (akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal. Teori ini mengungkapkan, suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab – akibatnya. Menurut teori ini, ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab terjadinya sesuatu; Diantaranya:

a. Kejadian yang tidak terduga
b. Kejadian negatif
c. Kejadian eksteem
d. Sikap ketergantungan
e. Mempertahankan skemata

Skemata merupakan serangkaian ide tantang pengalaman dan kejadian – kejadian. Saat kita menemukan informasi baru yang mengganggu skemata kita, kita akan berusaha keras untuk menganalisis dan memahaminya, kita biasanya akan berusaha untuk menyesuaikan informasi baru itu denga skemata sebelumnya yang duah ada dan cenderung untuk tidak mengubah skema itu.

Teori Analisis Kasual menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal.
a. Kosensus (kesepakatan atau Mufakat)
b. Konsistensi (ketetapan dan kemantapan bertindak)
c. Distingsi dan kekhasan (perbedaan dan sifat khusus yang tidak dimiliki orang lain)

D. BIAS – BIAS DALAM ATRIBUSI (ATTRUTIONAL BIASES)

1. Bias Kognitif (Cognitive Biases)
Teori atribusi menjelaskan bahwa manusia mengolah informasi dengan cara yang rasional sehingga bisa memperoleh informasi yang benar – benar ojektif dan kesimpulan yang diambil juga objektif. Meskipun begitu para peneliti mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang jarang menggunakan logikannya. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam bias kognitif ini.

a. Salience (segala yang bersifat menonjol)
Hal ini membuat kita melihat stimuli sebagai hal yang paling berpengaruh dalam membentuk persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna atau baru atau apapun yang sering bergerak akan mendapatkan perhatian yang lebih dari pada yang diam atau stabil.

b. Memberikan atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)
Salah satu konsekuensi dari bias ini adalh kita lebih sering menjelaskan perilaku seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai kepribadian dan perilakunya secara umum, sementara situasi disekitarnya tidak bisa kita perhatikan. Memberikan atribusi lebih lebih pada diposisi dan tidak menghiraukan situasi yang ada merupakan hal yang biasa terjadi yang disebut sebagai kesalahan atribusi yang mendasar (the fundamental attribution eror).

c.    Pelaku vs Pengamat

Salah saut hal yang menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalahhal itu biasanya terletak pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering terlalu menekankan pada peran factor eksternal.

2. Bias Motivasi (Motivational Biases)
Bias ini muncul dari usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan motivasi mereka. Bias motivasi yang paling sering muncul adalah apa yang disebut pengutamaan diri sendiri (self-serving biases). Istilah ini sendiri menjelaskan atribusi yang menekankan pada ego atau memprtahankan percaya diri sendiri. Setiap orang cenderung untuk mebenarkan diri dan menyalahkan orang lain.

E.  ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)
F.    
Banyak pembahasan mengenai atribusi adalah atribusi tentang orang lain. Padahal, manusia juga melakukan atribusi terhadap diri sendiri, dalam atribusi tentang diri sendiri kita juga mencari sebab – akibat suatu tindakan yang kita lakukan tentunya juga berhubungan dengan atribusi disposisi dan situasional

Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan emosi.

1.   Sikap
Manusia mencoba menilai sikap diri kita sendiri dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan. Ketika kita mengamati perilaku kita dalam situasi dimana tidak ada tekanan eksternal yang kuat, kita berasumsi bahwa ekspresi kita merupakan sikap diri kita yang sebenarnya dan kita membuat atribusi internal. Sebaliknya, saat terdapat tekanan eksternal yang kuat bagi kita untuk melakukan sesuatu, sikap kita lebih disebabkan oleh factor eksternal.

2. Motivasi
Dalam elemen ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu untuk ganjaran atau imbalan yang tinggi. Ini berarti manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan suatu hal.

3. Emosi
Para peneliti mengatakan bahwa pada dasarnya manusia mengenal apa yang didasarkan dengan cara mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi, mental, dan berbagai dorongan eksternal yang menyebabkan ha itu terjadi. Stanly Schacter (1962) pernah melakukan penelitian tentang persepsi diri dengan pendekatan emosiaonal. Ia mengatakan  bahwa persepsi dari emosi kita tergantung dari (1) derajat rangsangan psikologis kita yang kita alami, dan (2) label kognitif yang kita gunakan, seperti “marah” atau “senang”. Untuk sampai pada lebel – lebel itu, kita tentunya memperhatikan lagi perilaku diri sendiri dari situasi yang sedang dihadapi.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar