DIRI ( THE
SELF )
Setiap orang mempunyai gambaran tentang diri (self)-nya.
Apakah self itu? Self segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya
sendiri; bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri saja,
melainkan juga tentang anak istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya,
teman-temanya, miliknya, uangnya. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin,
pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan, yang melekat pada
seseorang (Sarwono, 1997).
ASPEK ME
William James, menanamkan diri cermin
itu sebagai “diri publik” (public self atau me) yang dibedakannya dari “diri
pribadi atau “aku” (private self atau I). Jadi, menurut James ada dua jenis
diri yaitu “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh
orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku adalah inti
dari diri aktif, mengamati, berfikir dan berkehendak (subjective self).
Menurut
James, ada tiga aspek Me :
1. Aspek material (material self), tubuh dan barang
milik; segala sesuatu yang terlihat secara fisik.
2. Diri social (social self), kesadaran tentang bagaimana seseorang dilihat oleh orang lain;
3. Diri spiritual (spiritual self), kepribadian dan aspirasi psikologis seseorang, kesadaran diri akan perasaan danapa yang dipikirkan.
2. Diri social (social self), kesadaran tentang bagaimana seseorang dilihat oleh orang lain;
3. Diri spiritual (spiritual self), kepribadian dan aspirasi psikologis seseorang, kesadaran diri akan perasaan danapa yang dipikirkan.
Akan
tetapi, teori James yang menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono, sulit
dikembangkan lebih lanjut karena baik dalam praktek maupun dalam
penelitian-penelitian, sulit dibedakan antara dua diri itu. Oleh karena itu
dalam pandangan Sarwono, teori-teori yang timbul kemudian menggunakan salah
satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri) atau ego (aku) atau menggabungkan
kedua konsep itu dalam satu konsep yang lebih menyeluruh yaitu kepribadian.
Dalam
pandangan para ahli psikologi, ego selain lebih luas dari self, juga lebih
bersifat hakikat, lebih inti dari pada pribadi manusia, sedangkan self adalah
lebih sebagai perwujudan fungsional daripada ego.
1. KONSEP DIRI ( Self-Concept
)
A.
PENGERTIAN DIRI (SELF-CONCEPT)
Sebagai manusia, kita tidak hanya melakukan persepsi
terhadap orang lain, tetapi , juga kita mempersepsi diri kita sendiri. Saat mempersepsi
diri sendiri itu, diri kita menjadi subjek dan objek persepsi sekaligus.
Konsep diri adalah pikiran dan keyakinan seseorang
mengenai dirinya sendiri. Deskripsi tentang self-concept bisa juga
dibuat secara detail, meliputi banyak aspek, seperti sebuah resume seseorang .
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai
“persepsi yang bersifat fisik, social,dan psikologis, mengenai diri kita, yang
didapat dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Jadi, konsep
diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini
dapat bersifat psikologis, social, dan fisis (Rakhmat,2003).
Harry Stack Sullivan menjelaskan, jika kita diterima
oleh orang lain, dihormati dan memerima diri kita maka kita akan cenderung
bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, apabila orang lain
selalu meremehkan, menyalahkan, dan menolak kita, kita cenderung tidak
menyenangi diri sendiri (Rakhmat,2003).
B.
SUMBER-SUMBER KONSEP DIRI
.
1. Self-Esteem (harga diri)
Self-esteem (harga diri) adalah penilaian, baik positif atau negative, individu
terhadap diri sendiri. Tingginya self-esteem merujuk pada tingginya estimasi
individu atas nilai, kemampuan, dan kepercayaan yang dimilikinya. Sedangakan
self-esteem yang rendah melibatkan penilaian yang buruk akan pengalaman masa
lalu dan pengharapan yang rendah bagi pencapaian masa depan. Orang dengan
self-esteem tinggi memiliki sikap positif terhadap dirinya.
Harga diri merupakan salah satu komponen konsep diri.
Konsep diri mempunyai dua komponen; komponen kognitif dan komponen afektif
(Rakhmat,2003). Bisa jadi komponen kognitif berupa, “saya ini bodoh” dan
komponen afektif berupa, “saya senang saya bodoh, ini lebih baik bagi saya”.
Bisa jadi komponen kognitifnya sama, tetapi komponen afektifnya, ”saya malu
sekali karena saya bodoh”. Komponen afektif inilah disebut harga diri. Adapun
komponen kognitif disebut self-image (citra diri).
2. Social Evaluation (Penilaian Sosial)
Informasi tentang diri sendiri tidak kita dapatkan
dari perenungan atau refleksi diri, melainkan dari orang lain yang akan mempengaruhi perilaku dan keinginan Anda untuk
berubah atau tidak.
a. Reflected appraisal: Pantulan dari penilaian orang lain
b. Direct feedback umpan balik langsung
C.
TEORI-TEORI KONSEP DIRI
1. Social Comparison (Pembandingan social)
Menurut ahli psikologi social modern, Leon Festinger, social
comparison theory membantu menjelaskan berbagai macam fenomena, termasuk
keyakinan social, perubahan sikap, dan komunikasi kelompok. Social comparison
theory ini dibangun atas empat prinsip dasar, yakni berikut ini:
a. Setiap orang memiliki keyakinan tertentu.
b. Penting bagi keyakinan kita untuk menjadi
benar.
c. Beberapa keyakinan lebih sulit untuk
dibuktikan dibanding yang lainnya. Hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara objektif mungkin dibuktikan secara
subjektif melalui pembuktian bersama (membuat orang lain setuju).
d. Ketika anggota dari kelompok rujukan (refrence
group) saling tidak setuju tentang suatu hal, mereka akan berkomunikasi
hingga konflik tersebut terselesaikan.
Pada poin ketiga, keyakinan subjektif, tidak bisa
dibuktikan secara objektif, hanya dapat dibuktikan ketika kita berundinng
dengan pendapat orang lain. Proses evaluasi keyakinan diri dalam hubungannya
dengan orang lain adalah perundingan social (social comparison).
Menurut social
comparison theory, ada kecenderungan-kecenderungan dalam melakukan
perbandingan social, yaitu:
a.
Similarity
hypothesis (hipotesis kesamaan)
Biasanya kita membandingkan diri dengan orang yang
memiliki kesamaan dengan kita khususnya dalam penampilan tetapi tidak dalam dalam pendapat walaupun
kita mempunyai persamaan belum tentu pendapat kita didukung olehnya.
b. Related attributes hypothesis (hipotesis atribut
yang berhubungan)
Kita membandingkan penampilan tidak hanya dengan
mereka yang memiliki kesamaan, tetapi juga dengan orang yang kita pikir semestinya sama dengan kita.
c. Downward comparisons (pembandingan ke bawah)
Membandingkan diri dengan orang yang kita pikir lebih rendah (inferior), terjadi ketika merasa kecewa atau gagal.
d. Consequences of social comparisons (Konsekuensi
dari perbandingan social)
Perbandingan social merupakan proses yang terjadi otomatis, dan
biasanya terbatas pada hal lain yang relevan dengan orang-orang latar
belakang atau tujuan yang sama memberi dampak pada cara kita mengevaluasi diri
sendri.
2. Persepsi diri (Self-Perception)
Menurut Daryl Benn, ketika kita menilai pendapat
sendiri maka kita akan mengambil perilaku kita sebagai petunjuk (clues),
daripada menganalisis diri kita secara mendalam.
Dalam teori persepsi diri (self-perception) ini terdapat dua
macam cara bagaimana menempatkan diri pada hal yang sama ketika kita mencoba
memahami orang lain, yaitu:
a. Self-Attribution (Atribusi Diri)
Dalam mebuat self-attribution,
menurut teori self-perception, kita merundingkan kehadiran kita dan
perilaku yang diingat, dan mencoba mendapatkan penjelasan mengenai polanya.
b. Overjustification (Pembenaran yang Berlebih)
Jika seseorang bekerja hanya
memikirkan upah yang besar mendorong
kita untuk berkesimpulan bahwa uang –sebagai tujuan ekstrinsik- adalah motivasi
utamanya. Sebaliknya, apabila seseorang bekerja keras melakukan sesutau tanpa
bayaran, kita menyimpulkan orang itu pasti sangat menikmati pekerjaannya karena
itu ia mempunyai motivasi intrinsik.
D.
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASI
Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan
dalam komunikasi interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rakhmat,2003).
Apabila seorang
pegawai menganggap dirinya sebagai orang rajin, ia akan
berusaha datang kekantor secara teratur, berada dikantor krtika jam
kerja, membuat catatan yang baik,
dan mempelajari konsep kerja dan memerapkaannya dengan sungguh-sungguh sehingga dan mengkonsultasikan kepada
atasan jika menghadapi hambatan kerja, akhirnya
dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Apabila orang merasa rendah diri, ia akan mengalami kesulitan untuk
menyampaikan gagasanya kepada orang-orang yang dihormati, tidak mampu berbicara
di depan umum, atau bahkan merasa gugup berbicara dengan orang-orang lain.
Kecendurngana untuk bartingkah laku sesuai konsep diri
oleh Jalaludin Rahmat disebut ”nubuat (meramalkan)yang
dipenuhi sendiri”, artinya Anda berprilaku sesuai
dengan konsep diri Anda. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda
lekatkan pada diri Anda. Ada dua kualitas konsep diri: positif dan negative.
Kualitas konsep diri ini mempengaruhi keberhasilan komunikasi interpersonal
seseorang. Konsep diri yang positif akan melahirkan pola perilaku interpersonal
yang positif pula, sebaliknya konsep diri yang negative dapat berakhir buruk
bagi komunikasi interpersonal.
KONSEP DIRI POSITIF
Tanda
orang yang memiiliki kualitas konsep diri positif (Brook dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003))
1. Yakin akan mampu
mengatasi masalah.
2. Merasa setara
dengan orang lain.
3. Menerima pujia
tanpa rasa malu.
4. Menyadari bahwa
setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak
seluruhnya disetujui masyarakat.
5. Mampu memperbaiki
dirinya karena mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya.
karakteristik orang yang memiliki konsep
diri positif: (Hamachek (dalam Rakhmat,2003))
1. Betul-betul meyakini nilai-nilai dan
prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walupun menghadapi
pendapat kelompok yang kuat. Namun, ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk
mengubah prinsip-prinsip itu apabila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukan
bahwa ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penilaian yang
baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan atau menyesali tindakannya
jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu
untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi di waktu
lalu,dan apa yang sedang terjadi di waktu sekarang
4. Memiliki keyakinan pada kemampuan untuk
mengatasi persoalan. Bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai
manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan
tertentu , latar belakang keluarga, atu sikap orang lain terhadapnya
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang
penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia
pilih sebagai sahabatnya
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura
rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk
mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia
mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai
cinta, dari perasaan sedih sampai bahagia, dari perasaan kecewa yang mendalam
sampai kepuasan yang mendalam pula.
10.mampu menikmati dirinya secara utuh dalam
berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang
kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu.
11.peka pada kebutuhan orang lain, pada
kebiasaan social yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia
tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
ciri-ciri orang yang memiliki konsep
diri negative adalah:
1. Peka terhadap kritik; artinya ia tidak
tahan menerima kritik, mudah marah dan naik pitam. Baginya, koreksi dari orang
lain sering kali dianggap sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2. Sangat responsive dan antusias terhadap
pujian. Baginya, segala hal yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
3. Hiperkrtis terhadap orang lain. Sikap ini
dikembangkan sejalan dengan sikap kedua tadi; di satu pihak ia selalu ingin
dipuji, tetapidi pihak lain ia tidak sanggup mengungkap penghargaan atau
pengakuan akan kelebihan orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela atau
meremehkan apapun atau siapapun.
4. Cenderung merasa tidak disenangi orang
lain. Ia merasa tak diperhatikan. Ia tidak mempermasalahkan dirinya, tetapi
akan menganggap dirinya sebagai korban dari system social yang tidak beres. Ia
menganggap orang lain sebagai musuh hingga tak dapat melahirkan kehangatan
dalam berhubungan denga orang lain.
E. KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI
A.
PENGERTIAN KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI
Seperti yang dikatakan oleh Willim James, seorang bisa
menjadi objek pikirannya sendiri. Inilah kognisi social. Penjelasan mengenai social
cognition (kognisi social) ini akan memudahkan pemahaman tentang social
self.
1.
Self-awareness (Kesadaran Diri)
Self-awareness (kesadaran diri) merupakan perhatian sesorang yang
terfokus pada diri sendiri, perasaannya, nilai, maksud, dan atau evaluasi dari orang lain. Pada diri manusia ada
dua dimensi: (1) yang diketahui oleh diri pribadi (daerah privat/pribadi) dan
(2) yang diketahui oleh orang-orang lain (daerah public). Irisan antara dua
dimensi ini menghasilkan empat jendela, yakni
a.
Open
Self (daerah terbuka): Menyajikan
informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan, motif, dan ide yang diketahui
oleh diri kita sendiri dan orang lain.
b.
Blind
self (Daerah Buta) : Menyajikan hal-hal
tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain namun tidak diketahui oleh
diri kita.
c.
Hidden
self (Daerah Tersembunyi) : Berisi Tentang hal-hal
yang kita ketahui dari dalam diri kita sendiri dan tidak diketahui oleh orang
lain.
d.
Uknown Self (Daerah Tidak Diketahui/Tidak Dikenal) : Merupakan aspek diri kita yang tidak diketahui baik
oleh diri kita sendiri maupun orang lain.
De
Vito menyebutkan lima hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-awareness:
1. Bertanya tentang diri kepada diri sendiri.
2. Mendengarkan orang lain.
3. Secara aktif mencari informasi tentang diri
sendiri.
4. Melihat diri kita dari sisi yang lain.
5. Meningkatkan open-self.
Self-awareness bisa berkurang ataupun menurun(deindividuation) akibat
stimuli kondisi tertentu akibat dari kondisi lingkungan social.
2.
Self-Schemata
(Skema Diri)
Skemata merupakan kategorisasi gagasan mengenai
stimuli yang dikembangkan oleh diri sendiri. Oleh karena itu, self-schemata adalah
seperangkat susunan self-generalizations (hal-hal yang umum) dari diri
seseorang, yang didapat dari penilaian yang dilakukan sendiri atau orang lain,
bersifat dinamis, dapat berubah seiring
perkembangan informasi dan pengalaman bersifat standar atau ukuran bagi diri seseorang.
B. SELF-MOTIVATION (MOTIVASI DIRI)
Psikologi social berfokus pada cara diri dimotivasi
untuk mengumpulkan informasi, mengingat, dan memprosesnya, dan bertindak dalam
lingkungan social.
1. Self-Consistency (konsistensi Diri)
Dorongan untuk mempertahankan
konsistensi penilaian diri kita di masa lalu dan kini, serta berbagai elemen kognisi (seperti sikap dan perilaku).
Ketika self-concept seseorang menemui tantangan maka orang itu biasanya
akan menguatkan penilaian dirinya sendiri, daripada memikirkan kembali
pertentangan yang terjadi.
a. insufficient justification
Membangun rasionaliatas –self-justification-
untuk memulihkan self-consistency dirinya hal ini dilakukan ketika seseorang tidak mendapat pembenaran dalam perbuatannya.
b.
Decision-Making
(pembuatan Keputusan)
Self-justification juga dibuat dengan cepat setelah seseorang membuat
suatu keputusan yang sulit. Alasan yang muncul setelah keputusan tersebut
merupakan pembenaran atas pilihan yang telah diputuskan saat itu, yang singkat
dan sulit.
2. Self-Enchancement (Peningkatan Diri)
Self-enchacement terjadi melalui proses, seperti donward comparisons,
meyakinkan diri atas kelebihannya dari orang lain atau self-justifiction,
untuk merasionalisasikan perilaku yang bertentangan dengan diri.
a.
Self-serving processes
Proses ini umumnya melibatkan tiga bentuk kognisi
social yang diaplikasikan pada perlindungan terhadap self-esteem, yaitu:
1) Egocentric Bias (Bias Egosentris)
2) False Comparison Effects (Efek Perbandingan Palsu)
3) Beneffectance (Bias dalam atribusi)
b.
Self-Presentation (Penyajian Diri)
Banyak kognisi diri dimotivasi oleh perhatian terhadap
penyajian diri (self-presentation).
PROSES SELF-PRESENTATION:
1) Impression management ( Pengolahan Kesan)
2) Social accounting (Tekanan bertindak semestinya walau dengan orang yg tidak
dikenal)
3) Self-Monitoring (Pengawasan Diri)
2.
MEMORI dan BERPIKIR
A. MEMORI
Memori kemampuan untuk merekam,
menyimpan atau memanggil kembali informasi. Menurut Schlessinger dan Groves
(1976), memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organism
sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk
membimbing perilakunya. memori adalah proses yang mencakup tiga tahap:
1. Perekam
(enconding), yakni pencatatan informasi melalui indra penerimaan dan system
syaraf internal.
2.
Penyimpanan (storage), yakni menetukan berapa lama informasi bersama kita,
dalam bentuk apa dan dimana.
3.
Pemanggilan kembali atau mengingat kembali (retrival), yakni proses menggunakan
informasi yang disimpan.
Teori mekanisme kerja memori :
1. Teori Aus
(Disuse Theory) : Memori hilang tau memudar karena waktu, seperti otot, memori
kita baru kuat apabila dilatih terus menerus.
2. Teori
Interfensi: Rekaman memori yang berikut akan menghapus atau mengaburkan memori
yang tersimpansebelumnya.
3. Teori Pengolahan
Informasi: Informasi mula-mula disimpan
di sensory storage (gudang indrawi) lalu ke short-term memory (memori jangka
pendek), lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke longterm memoty
(memory jangka panjang)
1.Jenis-jenis Memori:
a. Memori
jangka pendek (short term memory). : Pengingat informasi dalam waktu relative
sangat singkat.
b. Memori
jangka panjang (long-term memori). : Informasi yang diingat dalam waktu yang
relatif panjang/lama.
Dari bentuk informasi yang disimpannya, ada dua jenis
memori :
a. Memori semantic (semantic memory), yakni
pengetahuan umum kita tentang orang, tempat, dan halhal lain di dunia.
b. Memori episodic (episodic
memory), yakni informasi yang bersifat personal atau informasi yang diingat
orang berdasarkan tempat atau waktu yang khusus. Memori jelas ini juga termasuk
autobiographical memories, yakni semua ingatan tentang diri sendiri.
Memori semantic dan episodic saling berkaitan.
Pengetahuan semantic berasal dari memori episodic, sementara memori episodic
diatur berdasarkan kategoti-katergori semantic.
2. Proses Seleksi Dalam komunikasi manusia selalu melakukan
proses seleksi (selective processes). Ada tiga macam proses seleksi,
a.selective
attention
b. selective
perception
c. selective
memory
Proses seleksi ini dipengaruhi oleh banyak factor,
baik dari dalam(internal) maupun dari luar diri kita (eksternal). Beberpa
diantaranya adalah budaya, usia, jenis kelamin, keluarga, agama, pendidikan,
pengalaman,penampilan objek itu sendiri.
Perhatian selektif (selective attention) kadang-kadang
juga disebut selective exposure. Selective attention secara sederhana dapat
diartikan kita memberi perhatian pada hal-hal yang menonjol bagi kita.
Selection attention adalah bagian dari selection perception. Selection memory
kadang-kadang juga disebut selection retention.
B. BERPIKIR (THINKING)
Berpikir atau
lebih luas, kognisi adalah penggunaan Persepsi, kombinasi mental, dan penyajian
internal tentang symbol, objek atau konsep (Dworetzky). Definisi lain
menyebutkan berpikir adalah setiap perilaku yang menggunakan ide (Higard)
Ketika kita membayangkan sesuatu atau berusaha memecahkab persoalan, kita
disebut berpikir.
Berpikir diperlukan untuk memahami realitas dalam
rangka pembuatan keputusan (decision making), memecahkan persoalan(problem
solving), dan menghasilkan yang baru (creativity), Anita Taylor, dkk.
Mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (thinking is a
inferring process)
Secara garis besar ada dua macam berpikir
1.Berpikri
autistic lebih tepat disebut melamun,
berfantasi, mengkhayal.
2. Berpikir
demikian, orang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar2
fantastis.
Berpikir realistic disebut juga nalar (reasoning), yakni
berpikri dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Ruch (dldm Rakhmat)
2003) menyebut ada tiga macam bentuk berpikir realistic, yakni :
1. Berpikir
deduktif : mengambil kesimpulan dari hal-hal yang umum kepada hala-hal yag
khusus.
2. Berpikir
induktif: merupakan kebalikan berpikir deduktif
3. Berpikir
evaluative, yakni berpikir kritis, menilai baik buruknya, tetap tidaknya suatu
gagasan.
Menurut Rakhmat, perkembangan
mutakhir psikologi kognitif menunjukkan bahwa manusia lebih sering berpikir
logis, seperti berpikir deduktif. Rakhmat mengutip Hunt yang menyatakan,
berpikir logis bukanlah kebisaaan kita atau hal yang alamiah. Hal yang lazim
dilakukan orang dalam berpikir adalah berpikir analogis, yakni berpikir dengan
cara menggunakan perbandingan atau kontras.
Tiga fungsi berpikir :
1.
Membuat
Keputusan (Decision Making)
Dalam kehidupan manusia yang dinamis, kita
tidak hanya harus menyeleksi, menginterpretasi, dan mengingat informasi, tetapi
kita juga menggunakan informasi sebagai dasar untuk memutuskan bagaimana
tindakan atau perilaku kita. Beberapa asumsi yang mendasari proses decision
making adalah :
a. keputusan
merupakan hasil berpikir
b. keputusan
selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternative
c. keputusan
selalu melibatkan tindakan nyata walaupun pelaksanaannya bisa ditunda atau
dilupakan. Pembuatan keputusan kita terjadi dalam apa yang disebut informasi
use environment.
Ada empat jenis information use environment :
a.
Geografikal : ditetapkan oleh batas-batas fisik dan geografis, misalnya
ruangan, gedung, RT, kelurahan , kota, Negara.
b.
Interpersonal: ditetapkan oleh kehadiran orang lain dalam situasi tatap muka,
misalnya wawancara, kencan, bercakap-cakap.
c. Grup atau
organisasional: ditetapkan oleh adanya individu2 dalam unit kelompok atau
organisasi yang terbentuk untuk tujuan tertentu, misalnya klub olahraga,
kelompok keagamaan, perusaahan swasta.
d. Pembuatan
keputusan terjadi dalam tahap-tahap (sekuen) yang disebut information use
sequence, yakni : - deskrispsi, klasifikasi, evaluasi, tindakan Menurut Rakhmat (2003), proses pembuatan
keputusan sangat tergantung pada factor-faktor personal atau individual.
Termasuk factor
tersebut adalah
1. Kognisi
(pengetahuan yang dimiliki)
2. Motif
3. sikap
2. Pemecahan Masalah (Problem
Solving)
Masalah timbul jika aktivitas mencapai tujuan
terhambat, ketika suatu kebutuhan tidak terpenuhi atau ketika pertanyaan tidak
terjawab. Banyak factor yg mempengaruhi :
a. factor situasional, yakni sifat stimulus yg
menimbulkan masalah (seperti baru-lama, sulit-mudah, sering-jarang)
b. factor
personal, yakni factor biologis dan sosiopsikologis (misalnya motivasi, sikap,
kebisaaan, dan emosi).
Proses pemecahan masalah terjadi
secara bertahap :
a. Terjadi
peristiwa yg menghambat perilaku tertentu yg bisa. Pada saat ini orang akan
berusaha mengatasinya dengan pemecahan yg rutin.
b. Jika cara
bisa di atas gagal, anda akan menggali memori anda untuk mencari cara-cara yg
rutin.
c. Anda
melakukan berbagai cara utk mengatasi masalah. Anda menggali segala kemungkinan
pemecahan masalah dari pikiran anda. Anda disini akan melakukan uji coba.
d. Anda mencoba memahami situasi yg terjadi,
mencari jawaban dan menemukan kesimpulan yg tepat. Disini sering digunakan
analogi.
e. Tiba-tiba
terlintas dalam pikiran anda suatu pemecahan. Kilasan pemecahan masalah ini
disebut insight solution.
3. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga
syarat.
a.
Kreativitas melibatkan respons atau gagasan yg baru atau yg secara statistic
sangat jarang terjadi.
b. Harus
dapat memecahkan persoalan secara realistis.
c. Merupakan
usaha mempertahankan insight yg orisinal, enilai, dan mengembangkan sebaik
mungkin.
Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tdk kreatif dengan konsep berpikir
konvergen dan divergen. Berpikir konvergen adalah kemampuan utk memberikan satu
jawaban yg tepat pada pernyataan yg disajikan. Berpikir konvergen erat
kaitannya dengan kecerdasan. Berpikir divergen, jawaban atas petanyaan yg
diajukan bisa banyak.
Menurut Guilford, orang kreatif ditandai dengan pola
berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban.
Orang-orang kreatif berpikir dengan cara analogis, mereka mampu melihat
berbagai hubungan yg tdk terlihat oleh orng lain.
Tahap berpikir kreatif:
1. Orientasi
masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi.
2. Preparasi
pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yg relevan dengan
masalah.
3. Inkubasi:
pikiran beristirahat sebentar,ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan
buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dlm jiwa
bawah sadar kita.
4. Iluminasi
masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian
insight yg memecahkan masalah.
5.
Verifikasi tahap terakhir utk menguji dan secara kristis menilai pemecahan
masalah yg diajukan pd tahap keempat.
Tandai orang-orang kreatif, yaitu
sbg berikut (Rakhmat, 2003)
1. Kemampuan
kognitif. Termasuk disini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan
gagasangagasan baru, gagasan2 yg berlainan. Dan fleksibilitas kognitif.
2. Sikap yg
terbuka. Orng kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan
eksternal. Ia memiliki minat yg beragam dluas.
3. Sikap yg
bebas, otonom, dan percaya pd diri sendiri. Orang kreatif tdk terlalu senang
diatur, ia ingin menampilakn dirinya semampu dan semaunya. Ia tdk mau terlalu
terikat dengan konvensi2 sosial.
3. PERHATIAN
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli menjadi
menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (state of focused
mental activity).
Faktor yang mempengaruhi perhatian:
1. Faktor Situasional
a.Gerakan Stimuli yang bergerak akan lebih menarik
perhatian dibanding yang lainnya.
b.Kontras Kita akan memberi perhatian pada stimuli yang
lebih menonjol disbanding stimuli-stimuli lainnya.
c.Intensitas
Stimuli Kita akan menoleh lebih dulu
pada billboard yang paling besar diantara jajaran billboard di pinggir jalan
d.
Novelty Hal-hal baru yang berbeda yang
luar bisaa akan lebih dapat menarik perhatian.
e.
Perulangan Sesuatu yang berulang dapat lebih menarik perhatian.
f.
Perulangan Sesuatu yang berulang dapat
lebih menarik perhatian.
2. Faktor Internal
a. Faktor-faktor
biologis
b. Faktor
Sosiopsikologis Motif sosiogenis, kebisaaan, sikap, dan kemauan, mempengaruhi
apa yang kita perhatikan.
4. SENSASI DAN PERSEPSI
Setiap informasi yang berlainan akan
diberi makna berlainan oleh orang yg berbeda. Dengan makna itulah manusia
berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi makna merupakan dasar untuk
berinteraksi.
A. PROSES
SENSASI
Sensasi
adalah proses menangkap stimulasi melalui alat indra. Indra terpenting manusia
adalah penglihatan, kemudian pendengaran. Selain kelima indra dunia psikologis
juga mengenal indra kinestesis yaitu indra yang member informasi tentang posisi tubug dan
anggota badan.
Sedangkan
vestibular adalah indra
keseimbangan. Alat indra ini terletak dibagian dalam telinga. Apa saja yg
menyentuh alat indra baik dari dalam maupun dari luar disebut stimuli. Proses
sensasi terjadi saat alat indra mengubah informasi menjadi impuls impuls syaraf
yg dimenrti oleh otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima oleh alat
indra, stimuli harus cukup kuat dan melewati bata minimal intensitas stimuli
(sensory threshold).
Faktor situasional dan factor personal mempengaruhi sensasi factor
situasional mencakup segala hal atau situasi
yang berada diluar seperti keras lembutnya suara,tajam dan halusnya
bebabuan, atau terang dan buramnya cahaya. Sedangkan factor personal menyangkut
hal-hal yang dimiliki oleh seseorang kapasitas pendengaran, pengalaman dan
lingkungan budaya. Hal tersebut dapat membedakan penerimaan sensasi sntara
seseorang dengan yang lainnya.
B.
PROSES PERSEPSI
Alat indra menangkap stimuli, lalu stimuli tersebut
diubah menjadi sinyal yg dapat dimengerti oleh otak untuk kemudian diolah.
Disinilah terjadi apa yg disebut dengan proses Persepsi, yaitu cara kita
menginterpretasi atau mengerti pesan yg telah diproses oleh system indarwi
kita. Persepsi adalah proses member makna pada sensasi. Persepsi mengubah
sensasi menjadi informasi. Jika sensasi adalah proses kerja indra kita maka
Persepsi adalah cara kita memproses data indrawi tadi menjadi informasi agar
dapat kita artikan.
Persepsi dalam
pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut
adalah pengindraan (penglihatan, pendengaran, peraba). Sedangkan alat untuk
memahaminya adalah kesadaran atau kognisi Sarwono 1997)
C. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI
1.
Faktor
Personal
1.
Kebutuhan
2.
Suasana mental
3.
Suasana emosional
4.
Latar belakang budaya
5.
Frame of reference (kerangka
rujukan)
2. Faktor Struktural
Persepsi
dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari sifat stimuli dan efek-efek syaraf yang
ditimbulkannya pada sitem syaraf individu. Apabila memersepsi sesuatu, menurut
aliran Gestalt, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan (Rakhmat 2003).
Berbagai cara menyusun stimuli dikenal dengan
Hukum Gestalt (yang dikemukan oleh sekelompok psikolog aliran Gestalt). Gestalt, artinya
keseluruhan atau konfigurasi. Ide dasarnya adalah bahwa stimuli dikelompokkan
menjadi pola sederhana yang memiliki arti.
Prinsip
Utamanya Adalah :
a). Prinsip
Kedekatan (Proksimistis). Stimuli yang salin berdekatan cenderung terlihat
sebagai kelompok.
b). Prinsip
Kesamaan (Similaritas). Stimuli yang serupa tampak merupakan kelompok. Prinsip
ini tidak hanya berlaku terhadap kesamaan bentuk, tetapi juga kesamaan warna,
permukaan, kerumitan.
c) Prinsip
Kelengkapan (Closure). Kita cenderung melengkapi bagian yang kosong dan melihat
gambaran yang lengkap terutama apabila yang kosong itu adalah bagian kecil.
Berdasarkan prinsip Gestalt ini, untuk
memaknai suatu pesan, kita harus memandangnya dalam hubungan
kesatuan/keseluruhan, bukan memahami bagian-bagiannya saja secara terpisah.
Demkian pula kalau kita memahami seseorang seharusnya dengan melihat orang itu dalam
konteksnya, missal keadaan keluarga, lingkungan, permasalahan yang dihadapu,
prinsip hidup.
D.
Atraksi Interpersonal
Atraksi
berasal dari bahasa latin “attrahere (att: menuju) dan “trahere”: menarik.
Jadi, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan
daya tarik seseorang. Atraksi berkaitan dengan daya tarik dalam komunikasi yang
dapat mendasari hubungan interpersonal.
Adapun proses umum dari Atraksi Interpersonal
adalah afiliasi, daya tarik, dan atraksi
interpersonal dan komunikasi.
1. Afiliasi
Manusia
adalah makhluk sosial. Kebanyakan dari
waktu ke waktu yang kita habiskan tentunya melibatkan orang lain dalam beberapa
hal. Kecendrungan untuk berhubungan dengan jenisnya sendiri itulah yang disebut
dengan afiliasi.
Berikut
adalah alasan-alasan mengapa manusia berafiliasi dan variasi-variasi dalam
afiliasi.
a. Alasan-alasan
untuk Berafiliasi
Terdapat beberapa alasan mengapa kita berafilisasi (bergabung dengan orang lain), disini akan dikemukakan tiga alasan penting, yaitu sebagai berikut :
Terdapat beberapa alasan mengapa kita berafilisasi (bergabung dengan orang lain), disini akan dikemukakan tiga alasan penting, yaitu sebagai berikut :
a. Alasan utama kita berafiliasi adalah
untuk mendapatkan imbalan sosial (social rewards).
b. Alasan lainnya mengapa seseorang
melakukan afiliasi adalah untuk mengurangi rasa takut. Misery
loves company (kesengasaraan membutuhkan kawan).
c.
Untuk
mendukung sesuatu hal yang kita percayai, kita membandingkannya dengan
oranglain agar mendapatkan validasi. Itulah pembandingan sosial, salah satu
alasan yang kuat untuk melakukan afiliasi.
2. Variasi-variasi
dalam Afiliasi
Tidak semua orang mempunyai kebutuhan yang sama akan
afiliasi, baik secara umum ataupun khusus (misalnya akan ketakutan).
Berikut adalah hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan
afiliasi.
a. Urutan kelahiran
b.
Informasi
c.
Attachment
b. Daya Tarik (Atraksi)
Afiliasi menyediakan imbalan sosial,
tetapi kebanyakan kita membentuk pilihan untuk bersama dengan individu dengan
spesifikasi tertentu. Pilihan tersebut bagi hubungan sosial mengindikasikan adanya
daya tarik (atraksi interpersonal), bukan hanya keinginan untuk afiliasi.
1.
Model-model
Daya Tarik
Daya tarik atau atraksi tidak hanya memiliki satu sebab, tetapi merupakan responss yang timbul dari berbagai alasan dan stimuli. Menurut Weber, ada dua model atraksi yang berdasarkan pada kekuatan imbalan, dan satu lagi menawarkan proses dimana imbalan bisa dievaluasi.
Daya tarik atau atraksi tidak hanya memiliki satu sebab, tetapi merupakan responss yang timbul dari berbagai alasan dan stimuli. Menurut Weber, ada dua model atraksi yang berdasarkan pada kekuatan imbalan, dan satu lagi menawarkan proses dimana imbalan bisa dievaluasi.
a. Model imbalan Homan
Setiap interaksi yang kita lakukan ada pengorbanannya, bahkan transaksi bisnis kecil pun butuh waktu dan biaya.
Setiap interaksi yang kita lakukan ada pengorbanannya, bahkan transaksi bisnis kecil pun butuh waktu dan biaya.
b. Hukum ketertarikan Byrne
Don Byrne mengembangkan model serupa dengan prinsip imbalan Homans. Menurut Hukum Ketertarikan Byrne, semakin kuat usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapat imbalan dari seseorang maka kita akan merasa semakin tertarik.
Don Byrne mengembangkan model serupa dengan prinsip imbalan Homans. Menurut Hukum Ketertarikan Byrne, semakin kuat usaha-usaha yang dilakukan untuk mendapat imbalan dari seseorang maka kita akan merasa semakin tertarik.
c. Model tahapan Mursteins
Model atraksi Bernard Murstein (disebut
sebagai model 3 tahapan: stimulus, nilai, dan peran) mengatakan tidak.
3 tahapan yang dimaksud adalah:
- Pada tahap stlimulus, kontak pertama dengan orang lain
lebih menekankan pada hal-hal yang eksternal sebagai hal yang penting.
- Pada tahap kedua dalam interaksi
adalah tahap nilai; disini anda akan mengetahui apakah sikap dan nilai yang
anda miliki sama dengannya, seperti agama atau gagasan politik.
- Terakhir, tahapan peran. Hal yang
penting adalah apakah anda dan dia dapat membangun peran yang kompatibel,
saling mengisi, yaitu suatu cara untuk berhubungan satu sama lain.
2. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
Hal-hal yang dapat menentukan ketertarikan (Atraksi) dapat dibedakan menjadi faktor personal dan situasional. Jalaluddin Rakhmat mengidentifikasi faktor-faktor sebagai berikut.
Hal-hal yang dapat menentukan ketertarikan (Atraksi) dapat dibedakan menjadi faktor personal dan situasional. Jalaluddin Rakhmat mengidentifikasi faktor-faktor sebagai berikut.
a.
Faktor personal
1) Kesamaan karakteristik personal
Kesamaan karakteristik personal ditandai dengan kesamaan dalam nilai-nilai sikap, keyakinan, tingkat/status sosial ekonomi, agama, dan ideologi.
2) Tekanan
emosional
Orang yang berada di bawah tekanan
emosional, cemas, dan stress, akan menginginkan kehadiran orang lain. Pada
kondisi ini, kecenderungan untuk lebih menyukai orang lain pada gilirannya akan
besar pula.
3) Harga
diri yang rendah
Sebuah studi menunjukkan, apabila harga diri seseorang direndahkan maka hasrat afiliasi menjadi bertambah.
Sebuah studi menunjukkan, apabila harga diri seseorang direndahkan maka hasrat afiliasi menjadi bertambah.
4) Isolisasi
sosial
Tidak dapat disangkal lagi bahwa manusia adalah makshluk sosial. Manusia mungkin tahan hidup terasing untuk sementara waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama
Tidak dapat disangkal lagi bahwa manusia adalah makshluk sosial. Manusia mungkin tahan hidup terasing untuk sementara waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama
b. Faktor situasional
1) Daya tarik fisik (physical attractiveness)
beberapa penelitian menunjukkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal.
2) Ganjaran (reward)
Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu dapat berupa bantuan, dukungan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.
3) Familiarity
Konsep ini artinya adalah hal-hal yang sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Jika kita sering berjumpa dengan seseorang, kita akan menyukainya.
4) Kedekatan (proximity) dan closeness
Konsep ini erat kaitannya dengan familiarity. Hubungan kita dengan orang lain tergantung pada seberapa dekat orang tersebut dengan kita.
5) Kemampuan (competence)
1) Daya tarik fisik (physical attractiveness)
beberapa penelitian menunjukkan bahwa daya tarik fisik seseorang sering menjadi penyebab utama atraksi interpersonal.
2) Ganjaran (reward)
Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu dapat berupa bantuan, dukungan moral, pujian atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita.
3) Familiarity
Konsep ini artinya adalah hal-hal yang sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Jika kita sering berjumpa dengan seseorang, kita akan menyukainya.
4) Kedekatan (proximity) dan closeness
Konsep ini erat kaitannya dengan familiarity. Hubungan kita dengan orang lain tergantung pada seberapa dekat orang tersebut dengan kita.
5) Kemampuan (competence)
Ada
kecenderungan bahwa kita menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan lebih
tinggi dari kita lebih berhasil dalam kehidupannya.
C. Atraksi Interpersonal dan Komunikasi
Sulit untuk
memisahkan atraksi interpersonal dengan interaksi orang lain. Kebanyakan
apa yang kita katakan sebagai hal yang
menarik akan terungkap hanya setelah kita melakukan kontak dengan orang lain.
Daya tarik
seseorang sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Hubungan-hubungan kita
dengan orang lain sedikit banyak dipengaruhi oleh apakah kita menyukai orang
lain atau tidak. Jika kita menyukai seseorang, kita akan cenderung melihat
segala hal yang berkaitan dengannya secara positif. Sebaliknya, apabila kita
tidak menyukainya, kita akan melihatnya secara negatif.
Pentingnya
daya tarik dalam komunikasi juga dilandasi oleh adanya efek timbal balik dalam
ketertarikan. Kita menjadi tertarik pada seseorang yang tertarik kepada kita.
Singkatnya, jika seseorang menyukai kita maka kita balik menyukainya.
Orang yang
memiliki daya tarik bagi orang lain akan lebih dapat mempengaruhi pendapat dan
sikap seseorang. Oleh karena itu, penilaian dan penafsiran akan sesuatu juga
dipengaruhi oleh sejauh mana daya tarik orang tersebut bagi kita.
Persepsi
Tentang Orang Dan Atribusi
INFERENSI
SOSIAL
A.PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN
PERSEPSI SOSIAL
Ada empat perbedaan antara persepsi
objek dengan persepsi interpersonal.
(Rahman, 2003)
|
Persepsi
objek
|
Persepsi
Interpersonal
|
1
|
stimuli
ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya,
gelombang suara, temperatur dan sebagainya
|
stimuli
mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang
disampaikan pihak ketiga. Adanya pihak ketiga yang menjadi mediasi
stimuli, mengurangi kecermatan persepsi kita.
|
2
|
bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi
sifat-sifat luar objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek
itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan
bagaimana perasaannya ketika kita amati
|
kita mencoba
memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya
melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu.
Kita mencoba memahami bukan saja tindakan tetapi juga motif tindakan itu.
|
3
|
ketika kita
mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita; kita pun tidak
memberikan reaksi emosional padanya.
|
faktor-faktor
personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda
dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung
untuk keliru.
|
4
|
objek relatif
tetap
|
cenderung berubah-ubah
|
B. INFERENSI SOSIAL
Mempersepsi orang lebih sulit dan
lebih mungkin untuk tidak cermat dari pada mempersepsi benda. Inferensi sosial
berarti mengerti apa yg kita pelajari ttg orang atau orang-orang lain, menurut
weber. Prosesnya dimulai dari mengumpulkan data sosial berupa : informasi
sosial, penampilan fisik, isyarat-isyarat nonverbal, dan tindakan-tindakan
orang lain.Semua itu membentuk data sosial yg terintegrasi dan terkumpul untuk
membentuk kesan mengenai orang lain. Inferensi sosial datang dari empat sumber,
yakni : Informnasi sosial ttg orang lain,Penampilan, petunjuk nonverbal,
implikasi tindakan orang lain.
Informasi sosial ttg orang lain memiliki beberapa bentuk, seperti :
a. Trait (Sifat,
Pembawaan)
Sifat
yang dimiliki seseorang bersifat cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya.
Sifat ini dapat menjelaskan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam
situasi tertentu.
b. Nama
Setiap
manusia mempunyai nama yang membedakan dirinya dengan orang lain. Berbagai
penelitian menunjukan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan
mudah diingat daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya relative dan
tergantung dari budaya dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih mudah
untuk di ucapkan disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relative
sulit diucapkan.
c. Stereotype
Secara
definisi, stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu
yang dianggap sebagai suatu kebenaran.. Stereotype itu muncul karena dari dalam
kepala yang sudah ada karakter satu kelompok tertentu dan hal itu diberlakukan
untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok itu. Stereotype bisa membawa
efek tertentu.
Pertama adalah
simplifikasi dan social judgement. Stereotype bisa mempermudah kita dalm
berfikir tentang kelompok tertentu. Hal ini terjadi dengan stereotype itu kita
langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan apa yang telah kita persepsikan
sebelumnya.
kedua adalah
oversimplikasi dan prejudice. Stereotype dengan mudahnya membuat kita
menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas. Berlawanan
dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negativf karena generalisasi yang
dilakukan membuat kita bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu.
Melakukan penilaian yang tidak benar berdasarkan stereotype tertentu yang
dimiliki merupakan prejudice atau perasangka. Perasangka ini bisa bersifat
negative terhadap kelompok tertentu. Biasanya, prasangka berdampak pada
tindakan atau perilaku tertentu yang akhirnya bisa saja menjadi deskriminasi
terhadap suatu kelompok tertentu.
2. Penampilan
Tidak
bisa dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan
saat kita bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Penampilah fisik
seseorang kita juga bisa memperoleh data – data social yang penting tentang
dirinya.
a.
Daya tarik Fisik
Bagus dan menarik bisa berbeda dan bersifat
relatif untuk setiap orang. Bagi sebagian besar orang, daya tarik fisik
memiliki konsekuensi tersendiri bagi pesepsi seseorang.
Ada
dua bentuk efek yang mungkin timbul.
Pertama halo efect,cara
kita menilai suatu karakteristik penting pada seseorang dapat mempengaruhi cara
informasi yang lain tentang orang itu kita interprestasikan.
kedua the physical
attractiveness streotype (steroetype daya tarik fisik). Memang apa yg di sebut
sebagai penampilan bagus itu sifatnya relatif dan berbeda untuk setiap orang.
Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok masyarakat tertentu,sudah ada semacam
standar tentang apa atau siapa yang di sebut berpenampilan terbaik. Hal - hal
menarik dan bagus akan di nilai baik atau lebih baik daripada hal yang tidak
menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti penampilanya maka kita
memiliki the physical attrativeness stereotype.
b.
Stigma
Mereka yang di
anggap memiliki daya tarik fisik cenderung di berikan label sosial yg baik
sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya tarik mendapatkan label
yang kurang menyenangkan. Label - label sosial buruk yang di berikan pada
sesuatu itu di sebut sebagai stigma.
Petunjuk nonverbal seperti ekspresi wajah, kontak
mata,gesture, suara.
3. PETUNJUK NONVERBAL
A. Eksperi
wajah
Ekspresi wajah
menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat bepengaruh saat
interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang
paling dalam mengenali perasaan orang lain.
B. Kontak
mata
Bentuk dan cara
seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan perhatian
tertentu.
C. Gesture
Gerakan
tubuh (gesture) yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri. Petunjuk
gesture dianggap sangat penting dalam proses komunikasi karena gerakan tubuh
susah di kontrol atau di kendalikan secara sadar oleh orang. Apabila ada
petunjuk lain(misalnya ucapan) yang bertentangan dengan tubuh, orang akan lebih
mempercayai gerakan tubuh orang tersebut.
D. Suara
Cara
kita menggunakan bahasa ( yang tertulis maupun terucap )di sebut dengan
paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendahnya suara
(volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara, dan kecepatan
berbicara. Suara penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal
seseorang.
4.
Tindakan
Dalam
membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan diri atau
memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain.
C.PEMBENTUKAN KESAN
1.Pembentukan Konsep Sosial.
Pengalaman social merupakan sesuatu
yang dibentuk oleh diri kita sendiri saat menginter pretasikan pengalaman kita
dan memberikan makna didalamnya.
Kelompok kualitas yang membantu kita
berpikir tentang manusia disekitar kita itulah kosep social.
kosep social diperoleh melalui
pengalaman, belajar, bahasa.
2.Pengorganisasian Kesan. terdapat
beberapa strategi yang digunakan untuk mengorganisasikan kesan, yaitu:
centrality, primacy versus recency, salience.
3.Pengolahan Informasi Sosial.
terdapat dua proses spesifik yang dilakukan orang saat bergerak dari
kesan yang diperolehnya menuju ketindakan yang dilakukannya, yaitu
impression management dan social judgmen.
ATRIBUSI
A. PENGERTIAN
ATRIBUSI
Atribusi
adalah proses menyimpulka motiv, maksud, dan karakteristik orang lain dengan
melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne, 1979). Mengapa manusia
melakukan atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan memberikan atribusi
disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada
sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain.
Atribusi mengenai orang lain bisa mengacu pada atribusi tentang perilaku orang
lain, kapankah kita mengatakan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada
atribusi situasional yang melatarbelakanginya. Kita tahu bahwa seseorang tidak
selalu mengatakan atau melakukan hal – hal yang mereka yakini. Jadi bagaimana
kita bisa tahu saat seseorang memang benar – benar melakukan apa yang ada dalam
hatinya? Ada prinsip – prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal
tersebut:
1. Prinsip yang
menyebutkan bahwa pertama – tama kita harus tahu benar – benar bahwa tidak ada
factor eksternal dari dirinya yang membuatnya mampu melakukan
suatu tindakan tertentu.
jika tidak ada
satu pun factor ekstenal yang ditemukan, baru kita mencari atribusi internal di
dirinya.
2. Factor
penting lain untuk melihat perilaku seseorang adalah dari harapan atau dugaan
yang kita miliki tentang perilaku orang, berdasarkan informasi yang telah kita
miliki tentang orang itu.
Pada dasarnya
Kulik (1983) menyebutkan bahwa seseorang melakukan atribusi tentang orang lain
sesuai dengan skema yang ada di dalam dirinnya. Jika seseorang berperilaku sesuai
dan konsiten dengan skema
itu, kita akan percaya bahwa hal itu terjaid karena sesuatu yang ada didalam
diiriinya. Akan tetapi saat dia sikapnya berbeda, kita akan percaya bahwa itu
terjadi karena situasi yang mendukungnya.
B. NAiVE PSYCHOLOGY
Menurut
Fritz Heider yang terkenal sebagai tokoh psikologi atribusi, dasar untuk
mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat. Orang tidaklah
memerlukan suatu analisis psikologi atribusi, dasar untuk mencari penjelasann
mengenai perilaku seseorang melakukan
suatu hal. Secara akal sehat ada dua golongan yang menjelaskan suatu perilaku.
Pertama, yang berasal dari orang yang bersangkutan (atribusi internal), seperti
suasana hati, kepribadian, kemampuan,kondisi kesehatan atau keinginan. Kedua, yang
bersala dari lingkungtan atau luar dari oorang yang bersangkutan (atribusi
eksternal), seperti yang ditekankan rdari luar, ancaman, keadaan cuaca dan lain
sebagainya. Perilaku seseorang kita pahami sebagai sesuatu yang bisa
dikendalikan atau sebaliknya, tidak bisa dikendalikan. Keduanya bisa muncul
bersamaan dengan unsure dimensi yang lain.
Dimensi
lain untuk menilai perilaku seseorang adalah apakah efek faktor tersebut
bersifat spesifik atau umum (global). Misalnya, anda tidak biisa mengerjakan
soal ujuian dengan baik karena melam sebelumnyu anda tidak dapat istirahat atau
tidur. Sementara di pihak lain, soal yang anda hadapi tidak bisa dipahami
dengan baik. Disini factor kurang tidur merupakan efek yang bisa diphami dengan
baik. disini, factor kurang tidur
merupakan efek yang spesifik sementara tingkat pemahaman soal – soal
ujian merupakan factor global.
C. TEORI – TEORI
ATRRIBUSI
Berikut anda
akan pelajari dua teori atribusi yang penting untuk anda ketahui.
1. Correspondent
infrence theory (teori penyimpulan terkait)
Teori
ini difokuskan pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri dikembangkan
oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan perilaku orang merupakan sumber informasi yang kaya. dengan
demikian, jika kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat
mengambil kesimpulan. Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan
dengan karakteristiknya?
a. Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinganan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
b. Pengamatan terhadapan perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan.
c. Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.
2. Casual
analysis theory (Teori Analisis Kasual)
Teori ini
merupakan teori atribusi yang lebih terkenal dikembangkan oleh Harold H.
Kelley. Dasarnya adalah tetap commonsense (akal sehat) dan berfokus pada
atribusi internal dan eksternal. Teori ini mengungkapkan,
suatu perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab – akibatnya.
Menurut teori ini, ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab
terjadinya sesuatu; Diantaranya:
a. Kejadian yang
tidak terduga
b. Kejadian
negatif
c.
Kejadian eksteem
d. Sikap
ketergantungan
e.
Mempertahankan skemata
Skemata
merupakan serangkaian ide tantang pengalaman dan kejadian – kejadian. Saat kita
menemukan informasi baru yang mengganggu skemata kita, kita akan berusaha keras
untuk menganalisis dan memahaminya, kita biasanya akan berusaha untuk
menyesuaikan informasi baru itu denga skemata sebelumnya yang duah ada dan cenderung
untuk tidak mengubah skema itu.
Teori
Analisis Kasual menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk
menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal.
a. Kosensus
(kesepakatan atau Mufakat)
b. Konsistensi
(ketetapan dan kemantapan bertindak)
c. Distingsi dan
kekhasan (perbedaan dan sifat khusus yang tidak dimiliki orang lain)
D. BIAS – BIAS
DALAM ATRIBUSI (ATTRUTIONAL BIASES)
1. Bias Kognitif
(Cognitive Biases)
Teori atribusi
menjelaskan bahwa manusia mengolah informasi dengan cara yang rasional sehingga
bisa memperoleh informasi yang benar – benar ojektif dan kesimpulan yang
diambil juga objektif. Meskipun begitu para peneliti mengungkapkan bahwa pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang jarang menggunakan logikannya. Ada
beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam bias kognitif ini.
a. Salience
(segala yang bersifat menonjol)
Hal ini membuat
kita melihat stimuli sebagai hal yang paling berpengaruh dalam membentuk
persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna atau baru atau apapun yang sering
bergerak akan mendapatkan perhatian yang lebih dari pada yang diam atau stabil.
b. Memberikan
atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)
Salah satu
konsekuensi dari bias ini adalh kita lebih sering menjelaskan perilaku
seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai
kepribadian dan perilakunya secara umum, sementara situasi disekitarnya tidak
bisa kita perhatikan. Memberikan atribusi lebih lebih pada diposisi dan tidak
menghiraukan situasi yang ada merupakan hal yang biasa terjadi yang disebut
sebagai kesalahan atribusi yang mendasar (the fundamental attribution eror).
c. Pelaku
vs Pengamat
Salah saut hal
yang menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalahhal itu biasanya terletak
pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering terlalu
menekankan pada peran factor eksternal.
2. Bias Motivasi
(Motivational Biases)
Bias
ini muncul dari usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan
motivasi mereka. Bias motivasi yang paling sering muncul adalah apa yang
disebut pengutamaan diri sendiri (self-serving biases). Istilah ini sendiri
menjelaskan atribusi yang menekankan pada ego atau memprtahankan percaya diri
sendiri. Setiap orang cenderung untuk mebenarkan diri dan menyalahkan orang
lain.
E. ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)
F.
Banyak
pembahasan mengenai atribusi adalah atribusi tentang orang lain. Padahal,
manusia juga melakukan atribusi terhadap diri sendiri, dalam atribusi tentang
diri sendiri kita juga mencari sebab – akibat suatu tindakan yang kita lakukan
tentunya juga berhubungan dengan atribusi disposisi dan situasional
Pendekatan
ini memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap, motivasi, dan
emosi.
1. Sikap
Manusia mencoba
menilai sikap diri kita sendiri dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan.
Ketika kita mengamati perilaku kita dalam situasi dimana tidak ada tekanan
eksternal yang kuat, kita berasumsi bahwa ekspresi kita merupakan sikap diri
kita yang sebenarnya dan kita membuat atribusi internal. Sebaliknya, saat
terdapat tekanan eksternal yang kuat bagi kita untuk melakukan sesuatu, sikap
kita lebih disebabkan oleh factor eksternal.
2. Motivasi
Dalam elemen
ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu untuk ganjaran atau imbalan yang
tinggi. Ini berarti manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan suatu
hal.
3. Emosi
Para
peneliti mengatakan bahwa pada dasarnya manusia mengenal apa yang didasarkan
dengan cara mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi, mental, dan
berbagai dorongan eksternal yang menyebabkan ha itu terjadi. Stanly Schacter
(1962) pernah melakukan penelitian tentang persepsi diri dengan pendekatan
emosiaonal. Ia mengatakan bahwa persepsi
dari emosi kita tergantung dari (1) derajat rangsangan psikologis kita yang
kita alami, dan (2) label kognitif yang kita gunakan, seperti “marah” atau
“senang”. Untuk sampai pada lebel – lebel itu, kita tentunya memperhatikan lagi
perilaku diri sendiri dari situasi yang sedang dihadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar