Rabu, 28 November 2012
PERLUKAH REVITALISASI PANTUN
Oleh : zalfika Ammya
Pantun dikenal sebagai bagian dari sastra melayu lama yang sering dilantunkan,pembelajaran tentang pantun kini tidak hanya pada kalangan masyarakat melayu,pemerintah melalui kementrian pendidikan menjadikan pantun sebagai salah satu materi dalam pelajaran bahasa Indonesia mulai dari tingkat SD sampai ke SLTA.
Pantun kini semakin mengikuti zaman dengan berkembangnya para pemantun tampil diberbagai media cetak dan elektronik baik yang berskala local atau nasional.dengan adanya pantun (jenaka) acara yang disugukan terasa lebih menarik apalagi dengan menampilkan seorang pemantun yang akan membeli pantun yang di sampaikan.
Walaupun penggunaan pantun hingga kini masih marak dalam berbagai kesempatan, tetapi tidak lebih sekedar formalitas belaka. Ia telah kehilangan fungsi pembelajaran dan pewarisan nilai-nilai hanya diposisikan sebagai pelengkap dan hiburan belaka. Pantun bukan lagi berfungsi sebagai penuntun dan tunjuk ajar Melayu untuk mengarungi kehidupan. Pantun dibaca dan dilantunlan dengan indah tetapi sayang tidak disertai pemahaman terhadap nilai-nilai yang di kandungnya. Bagaimana akan mempertahankan, menggali nilai-nilai luhur, dan menjadikannya sebagai tunjuk ajar untuk membangun dan mengekalkan identitas Melayu jika pantun hanya dibaca sebagai pelengkap acara, agar sebuah acara mempunyai nuansa Melayu. Fenomena tersebut, merupakan realitas yang cukup memprihatinkan karena kegagalan mengkomunikasikan nilai-nilai luhur (message) dalam pembacaan pantun akan mereduksi pantun menjadi sekedar permainan kata-kata dan hiburan penyemarak suasana.
Perlukah Revitalisasi?
Jika kondisi tersebut dibiarkan, dan puak-puak Melayu tidak berupaya untuk merevitalisasinya, tidak mustahil seiring kemajuan zaman pantun hanya akan menjadi kebanggaan masa lalu bangsa Melayu. Menurunnya nilai pantun dari sebagai tunjuk ajar menjadi sekedar hiburan merupakan pertanda bahwa saat ini bangsa Melayu sedang mengalami pengaburan identitas (jati diri) kemelayuannya. Sebagaimana diungkapkan oleh sebuah pantun.
Kalau kayu dibuat galah
bersihkan ranting dan cabang
Kalau Melayu hendak bertuah
Pantun jangan dibuang-buang
Mengapa agar Melayu ”bertuah”, pantun harus dilestarikan (jangan dibuang-buang)? Karena pantun merupakan ”azimat” bangsa Melayu untuk menghadapi kehidupan dan membangun sebuah peradaban. Di dalam pantun terdapat permata untuk meraih kemuliaan. Sebagaimana tertulis dalam sebuah syair yang bunyinya:
Batang kayu sudah berbuah
Sayang masak tidak merata
Didalam pantun terdapat tuah
jadi mahkota kilau permata
Ketika zaman berubah, dan pantun hanya dianggap sebagai hasil karya sastra masa lalu dan hanya berfungsi sebagai hiburan, maka tidak mustahil kilau permata yang ada di dalam pantun tidak diketemukan untuk mencapai kemuliaan. Pertanyaannya adalah bagaimana agar pantun kembali mengandung intan permata dan dapat dijadikan mahkota?
Agar pantun kembali menjadi penuntun bangsa Melayu, maka upaya revitalisasi pantun perlu segera dilakukan. cara untuk melakukan revitalisasi pantun, yaitu: (1) redefinisi pantun, (2) keberpihakan politik, dan (3) penggunaan tehnologi. untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai luhur pantun dengan melakukan pembacaan secara cermat atas konteks sosial dan kultural pantun. Tanpa memahami aspek sosial dan kulturalnya, revitalisasi pantun akan terjebak dalam formalisasi.
Dalam bait pantun tidak hanya mengandung rima ab-ab pada akhir 4 baris kalimat yang terdiri dari 4-6 kata atau 8-12 suku kata dan persamaan bunyi rima pada baris 1 dan 3 sertra baris 2 dan 4 saja tetapi pada tiap kalimatnya mengandung makna sendiri terlebih pada isi pantun yang merupakan tunjuk ”ajar melayu” dengan pantun dapan menghaluskan kata-kata sindiran sehingga terasa lebih santun dan bermakna.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar