BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan istilah tidak
menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna
istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau
masyarakat berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan
benar. “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang
baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha
menggunakan bahasa yang baku”. (Pateda, 1997 : 30). Slogan
“pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar”, tampaknya mudah
diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu
retorika yang tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di
segala tempat kita harus menggunakan bahasa baku. Demikian juga, masih
ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya buatan pemerintah agar bangsa
ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa. “Manakah ada
bahasa baku, khususnya bahasa Indonesia baku? “Manalah ada bahasa
Indonesia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu
menggunakan bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari daerah”. Atau
mereka masih selalu dipengaruhi oleh bahasa daerahnya jika mereka
berbahasa Indonesia secara lisan.
Di dalam pengantar dikemukakan
bahwa masih banyak orang yang menyamakan pengertian bahasa baku dengan
bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang dipergunakan di dalam situasi
tidak resmipun dianggap sebagai bahasa baku. Makna baku tampaknya tidak
dipahami secara benar, apalagi makna bahasa baku. Hal ini disebabkan
oleh keengganan orang mencari makna istilah baku dan bahasa baku itu di
dalam kamus Umum atau Kamus Istilah Linguistik, baik dari bahasa
Indonesia maupun dari bahasa Asing, terutama dalam bahasa Inggris. Di
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta menuliskan:
(Jawa), (1) yang menjadi pokok, yang sebenarnya; (2) sesuatu yang
dipakai sebagai dasar ukuran (nilai, harga; standar). Di dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Badudu dan Zain menjelaskan makna kata baku.
(Jawa),(1) yang menjadi pokok; (2) yang utama; standar. Oleh karena itu,
bahasa baku ialah bahasa yang menjadi pokok, yang menjadi dasar ukuran,
atau yang menjadi standar.
Di dalam Tatabahasa Rujukan Bahasa
Indonesia untuk Tingkat Pendidikan Menengah, Gorys Keraf berpengertian
bahwa bahasa baku adalah bahasa yang dianggap dan diterima sebagai
patokan umum untuk seluruh penutur bahasa itu (1991 : 8).Sedangkan
Istilah bahasa nonbaku adalah terjemahan dari “nonstandard language”.
Istilah bahasa nonstandar ini sering disinonimkan dengan istilah “ragam
subbaku”, “bahasa nonstandar”, “ragam takbaku”, bahasa tidak baku”,
“ragam nonstandar”. Suharianto berpengertian bahwa bahasa nonstandar
atau bahasa tidak baku adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup
dan berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu dalam pemakaian bahasa
tidak resmi (1981 : 23). Alwasilah berpengertian bahwa bahasa tidak baku
adalah bentuk bahasa yang biasa memakai kata-kata atau ungkapan,
struktur kalimat, ejaan dan pengucapan yang tidak biasa dipakai oleh
mereka yang berpendidikan (1985 : 116). Berdasarkan beberapa pengertian
di atas, jelas bahwa bahasa nonstandar adalah ragam yang berkode bahasa
yang berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan
tidak resmi.
Berdasarkan pengertian itu akan dikaitkan dengan
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa
Indonesia yang bentuk bahasanya telah dikodifikasi, diterima, dan
difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat Indonesia secara
luas. Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia
yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai
model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat
secara khusus.
Ketika bahasa Indonesia diterima dan diresmikan
sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara Republik Indonesia tidak ada
yang meramalkan bahwa akan tumbuh keanekaragaman dalam bahasa itu.
Demikian juga, tidak ada yang memikirkan bahwa bahasa Indonesia itu akan
mempunyai dialek dan ragam bahasa. Tidak ada yang menyangka kecuali
beberapa pakar yang memiliki wawasan sosiolinguistik bahwa “bahasa
Indonesia seragam” hanyalah merupakan semboyan kosong. Suatu kenyataan
yang wajar bahwa dalam pertumbuhan bahasa Indonesia mempunyai
variasi-variasi bahasa seperti halnya bahasa manusia lainnya di dunia
ini. Variasi-variasi bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia terjadi
karena kehidupan pemaikanya semakin lama semakin kompleks. Jika semula
bahasa Indonesia mempunyai bahasa tulis seperti yang dipakai dalam buku,
majalah, dan surat kabar, maka kemudian bahasa Indonesia juga mempunyai
ragam lisan, yang dipakai orang Indonesia untuk berkomunikasi secara
langsung. Bila semua bahasa Indonesia hanya dipakai untuk keperluan
resmi seperti dalam perundang-undangan, dunia pendidikan, upacara resmi,
maka kemudian bahasa Indonesia juga dipakai untuk keperluan tidak resmi
seperti yang dipakai dalam surat menyurat antara orang yang akrab,
sapa-menyapa antara orang tua dan anak-anaknya, tawar-menawar di toko,
dan di pasar. Bila pada mulanya bahasa Indonesia hanya dipergunakan
sebagai bahasa pertama, khususnya oleh generasi muda yang tidak lagi
fasih berbahasa daerah. Memang agak aneh kedengarannya bahasa Indonesia
mempunyai dialek atau variasi bahasa. Tetapi memang demikian adanya.
Maklumlah bahasa Indonesia adalah bahasa manusia yang wajar.
Keanekaragaman bahasa Indonesia itu tumbuh secara wajar sebab telah
terjadi diversifikasi fungsi. Bila semula bahasa Indonesia hanya
berfungsi terbatas, maka kemudian fungsi itu semakin banyak dan semakin
ruwet. Tetapi, karena bahasa Indonesia harus tetap menjadi alat
komunikasi yang efisien, timbullah proses lain yang disebut proses
sentripetal berupa penataan secara alamiah pelbagai dialek atau ragam
bahasa itu sesuai dengan fungsinya yang baru. Pembagian tugas di antara
semua dialek bahasa Indonesia. Dengan adanya pembagian tugas itu
diversifikasi fungsi bukanlah menyebabkan kekacauan, melainkan
menumbuhkan patokan atau standar yang jelas bagi pemakai bahasa.
Tumbuhnya standar ini disebut standardisasi bahasa atau pembakuan
bahasa. Adanya bahasa standar atau bahasa baku dan bahasa nonstandar
atau bahasa tidak baku tidak berarti bahwa bahasa baku lebih baik lebih
benar atau lebih betul dari pada bahasa nonstandar atau bahasa tidak
baku. Bukan di situ persoalannya. Kita memakai bahasa secara baik bila
kita menggunakan bahasa standar sesuai dengan fungsinya. Demikian juga,
kita menggunakan bahasa secara salah bila kita menggunakan bahasa
nonstandar untuk fungsi bahasa standar. Oleh sebab itu, memakai bahasa
baku tidak dengan sendirinya berarti memakai bahasa yang baik dan benar
karena bahasa baku tidak sama dengan bahasa yang baik dan benar.
Pemakaian bahasa Indonesia baku dan nonbaku dengan baik dan benar kita
sering mendengar dan membaca semboyan “Pergunakanlah Bahasa Indonesia
dengan Baik dan Benar”. Makna semboyan itu sering pula diartikan bahwa
kita harus berbahasa baku atau kita harus menghindarkan pemakaian bahasa
nonbaku. Bahasa baku sama maknanya dengan bahasa yang baik dan benar.
Hal ini terjadi karena konsep di dalam semboyan itu sangat kabur. Konsep
yang benar atau semboyan yang benar adalah “Pergunakanlah Bahasa
Indonesia Baku dengan Baik dan Benar”, “Pergunakanlah Bahasa Nonbaku
dengan Baik dan Benar”. “Pergunakanlah Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku
dengan Baik dan Benar”.Bahasa Indonesia Baku dan Nonbaku mempunyai kode
atau ciri bahasa dan fungsi pemakaian yang berbeda. Kode atau ciri dan
fungsi setiap ragam bahasa itu saling berkait. Bahasa Indonesia baku
berciri seragam, sedangkan ciri bahasa Indonesia nonbaku beragam.
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa yang dibakukan atau yang
dianggap baku adalah pemakaian bahasa Indonesia baku dengan benar adalah
pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal bahasa
baku. Sebaliknya pemakaian bahasa Indonesia nonbaku dengan benar adalah
pemakaian bahasa yang tidak mengikuti kaidah bahasa atau gramatikal
baku, melainkan kaidah gramatikal nonbaku.
Pemakaian bahasa
Indonesia baku dengan baik adalah pemakaian bahasa Indonesia yang
mengikuti atau sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa baku. Pemakaian
bahasa Indonesia baku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa yang
sesuai dengan fungsi dan ciri kode bahasa Indonesia baku. Pemakaian
bahasa Indonesia nonbaku dengan baik dan benar adalah pemakaian bahasa
yang sesuai dengan fungsi pemakaian dan ciri bahasa Indonesia nonbaku.
Konsep baik dan benar dalam pemakaian bahasa Indonesia baik baku maupun
nonbaku saling mendukung saling berkait. Tidaklah logis ada pemakaian
bahasa Indonesia yang baik, tetapi tidak benar. Atau tidaklah logis ada
pemakaian bahasa yang benar tetapi tidak baik. Oleh karena itu, konsep
yang benar adalah pemakaian bahasa yang baik harus juga merupakan
pemakaian bahasa yang benar, atau sebaliknya. Kita sebagai bangsa
Indonesia yang menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia
haruslah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Daftar Pustaka
Badudu, J.S. 1985. Cakrawala Bahasa Indonesia I, Gramedia.Jakarta.
Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II, Gramedia. Jakarta.
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka.Jakarta.
Kridalaksana, H. 1981. “Bahasa Indonesia Baku”, dalam Majalah Pembinaan
Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24.Bhratera.Jakarta.
Keraf, G. 1991.Tatabahasa Indonesia Rujukan Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Menengah. Gramedia. Jakarta.
Moeliono, A, M. 1975. Sosiolinguistik.Angkasa. Bandung.
Poerwadarminta, W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta.
Rusyana, Y. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan.Dipenogoro.Bandung.
Suherianto, 1981. Kompas Bahasa, Pengantar Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, Widya Duta. Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar