Rabu, 04 Juli 2012

Sastra Melayu Butuh Sentuhan

Talkshow Sejarah Sastra Melayu Bangka
Sastra Melayu Butuh Sentuhan

edisi: 28/Oct/2011 wib
PANGKALPINANG, BANGKA POS -- Kebangkitan sastra Melayu Bangka butuh sentuhan semua pihak terutama pemerintah dalam upaya melestarikan sastra Melayu yang mulai tergerus oleh waktu.
Desakan agar sastra Melayu mendapat tempat pada pelajaran muatan lokal, dan ‘rekayasa’ luhur untuk menjadikan sastra Melayu sebagai ‘kekuatan’ sebuah kearifan lokal, menjadi topik hangat yang diperbincangkan secara menarik dalam Talkshow bertajuk “Sejarah Sastra Melayu dan Perkembangannya Saat Ini”.

Talkshow yang diprakarsai oleh Toko Buku Gramedia Bangka, bekerja sama dengan Sonora Group, Bangka Pos Group dan disiarkan secara langsung oleh Radio Prima FM, Kamis (27/10) sore tersebut, disambut antusias para peserta.

Acara yang dimoderator oleh penyiar Radio Sanora, Agus tersebut, menghadirkan empat pembicara yakni Engkus Kuswanda mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bangka Belitung (Babel), Ichsan Mokoginta Dasin pengasuh rubrik Bujang Besaot dan Hikayat Amang Ikak dalam edisi Minggu Bangka Pos Group, penulis buku Mengenal Sastra Melayu Bangka Zalfika Ammya dan pengasuh Acara Pantun Bersahut di Radio Prima Bangka, Pak Cik Karyo.

Hadir dalam kesempatan tersebut, pemerhati sastra dan budaya Babel sekaligus Publisher/Editor in Chief Bangka Pos Group Agus Ismunarno, Store Manager TB Gramedia Bangka R Cristjatmiko, Station Manager Sonora Group Bangka Bartolomeus T Goenanto, Hasan Rumata dari Disbudpar Kota Pangkalpinang.

Acara ini juga mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat, para guru serta siswa SMA di Sungailiat dan Pangkalpinang.

Pada kesempatan itu, narasumber dan pemerhati sastra dan budaya membandingkan kebangkitan sastra Melayu di Kepulauan Riau yang maju karena ada kepedulian dari instansi khusus yang menangani bidang sastra Melayu, salah satunya di bidang pendidikan.

“Pantun sudah cukup maju, tapi saya melihat pemerintah masih setengah hati memajukan pantun di Babel, padahal pantun sendiri merupakan ciri khas dan sebagai jati diri Melayu,” kata Pak Cik Karyo.

Karyo setuju jika pemerintah mengikuti jejak Kepulauan Riau yang peduli terhadap sastra Melayu dengan memasukkan muatan lokal ke sekolah-sekolah.

 “Pada dasarnya anak-anak suka berpantun, sayangnya sekarang ini hanya SD 13 Kurau yang memasukkan muatan lokal berupa pantun, kita berharap kedepan sekolah-sekolah lainnya menyusul,” ucap Karyo.

Kebangkitan sastra Melayu Bangka juga dirindukan para pegiat sastra Bangka seperti Zalfika Ammya dengan perjuangannya menelurkan buku berjudul “Mengenal Sastra Melayu Bangka”.

Sebagai putra Bangka, dia tersentuh dengan inisiatif Toko Buku Gramedia Bangka menggelar kegiatan ini, sekaligus meletakkan buku yang materinya ia dapatkan sejak kelas 4 SD itu di jejeran Buku Pilihan di Toko Buku Gramedia Bangka.

“Saya berterimakasih kepada Gramedia karena telah mengapresiasi buku saya,” tutur penulis yang kini tengah merampungkan buku yang berjudul Berbalas Pantun dan Kiat Cepat Berpantun.

Pada kesempatan itu, Ichsan Mokoginta atau lebih dikenal sebagai Amang Ikak ini membahas tentang hikayat yang ia tulis di Bangka Pos setiap hari Minggu.

Menurutnya, versi hikayat tiap daerah berbeda-beda. Seperti di Mendobarat, memang ada tradisi membicarakan orang lain tapi dalam bentuk pembicaraan yang lucu, itulah hikayat. (uwa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar