BUNYI DALAM
PUISI
Bunyi
dalam puisi adalah hal yang penting untuk menggambarkan suasana dalam puisi.
Oleh karena itu pembaca puisi harus benar-benar memperhatikan pengucapan kata
demi kata dalam puisi. Namun ada kalanya pembaca puisi kurang memperhatikan
dalam pengucapan karya puisi sehingga pendenggar tidak ikut merasakan suasana
puisi tersebut. Hal ini menuntun kami untuk menyusun makalah ini supaya pembaca
lebih memahami pentingnya bunyi dalam pembacaan puisi ataupun karya sastra
lainnya.
Secara etimologis istilah puisi
berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk,
pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut
menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat
tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10).
Dalam puisi bunyi bersifat estetik,
merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi
ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya : lagu, melodi,
irama, dan sebagainya. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai
tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan
rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang
khusus dan sebagainya.
BUNYI DIBENTUK OLEH RIMA DAN IRAMA.
Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi
yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam
bunyi dalam puisi. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah,
panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh
perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya
rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian
keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek
kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk
irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama
inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi
menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
BERDASARKAN JENISNYA, RIMA
(PERSAJAKAN) DIBEDAKAN MENJADI:
1.Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
2.Rima
tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata
terakhir.
3.Rima
mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara
mutlak (suku kata sebunyi)
4.Rima terbuka, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
5.Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada
suku kata tertutup (konsonan).
6.Rima
aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris
yang sama atau baris yang berlainan.
7. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada
asonansi vokal tengah kata.
8.
Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf
mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan:
1. Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
2.
Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait
puisi
3.
Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait
puisi.
4.
Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang
dilihat secara vertical
5.
Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horizontal
6.
Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai
berulang-ulang pada lari puisi yang
mengandung kesejajaran maksud.
7.
Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik
pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
8.
Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik
pertama dengan larik ketiga dan larik
kedua dengan larik keempat (ab-ab).
9.
Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir
semua larik (aaaa)
10.Rima
kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua
larik puisi (aa- bb)
11.Rima
patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik
puisi (a-b-c-d)
Ragam
bunyi dalam puisi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
a) Ragam bunyi cacophony
Bunyi cachophony dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/, /t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/.
Contoh Bunyi cacophony terdapat dalam puisi Goenawan Mohammad yang berjudul di muka jendela.
DI MUKA JENDELA
Di Sini
cemara
pun gugur daun. Dan Kembali
ombak-ombak
hancur terbantun.
Di
sini
kemaraupun
menghembus bumi
menghembus
bumi
menghembus
pasir, dingin dan malam hari
ketika
kedamaian pun datang memmanggil
ketika
angina terputus-putus di hatimu memanggil
dan
sebuah kata merekah
diucapkan
ke ruang yang jauh:---Datanglah!
Ada
sebuah bikit, meruncing merah
dari
tanah padang-padang yang tengadah
tanah
padang-padang terkukur
dimana
tangan hatimu terulur. Pula
ada
menggasing kincir yang sunyi
ketika
senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah
pelangi:
Tidakkah
siapapun lahir kembali di detik begini
ketika
bangkit bumi,
sejak
bisu abadi,
dalam
kristal kata
dalam
pesona?
b) Ragam bunyi euphony.
Bunyi euphony dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam euphony didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vocal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambar kankesenangan lainnya.
Contoh efoni antara lain : berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng.
Contoh Bunyi euphony terdapat dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul Aku.
AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku
mau tak seorang kan merayu
Tidak
juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
c) Ragam bunyi anamatope.
Bunyi anamatope disebut sebagai lambang rasa, merupakan bunyi yang menghadirkan bunyi-bunyi makhluk hidup, alam, inatang dan sebagainya. Misalnya saja ringkik kuda, lenguh kerbau, cit-cit ayam, gericik air, tik-tik hujan.
Contoh Bunyi anamatope terdapat dalam puisi Subagio Sastrowardoyo yang berjudul Dewa Tealh Mati.
Dewa Telah Mati
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
Petapa yang terbunuh dekat kuil.
Dewa telah mati di tepi-tepi ini.
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
Pelacur yang tersenyum dengan bayim sendiri
Bumi ini perempuan jalang
Yang menariklaki-laki jantan dan pertapa
Kerawa-rawa museum hari ini
Dan membunuh pagi hari.
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah Dalam menganalisis efek bunyi, Rene Wellek membagi :
a. Beda pelaksanaan dan
b. Pola bunyi misalnya dengan membaca keras.
Dalam membaca keras kita menambahkan
sifat khas pada pola bunyi dan juga kita kadang-kadang menyembunyikannya.
Bunyi dibedakan dua aspek :
Bunyi dibedakan dua aspek :
a. Aspek Inheren Ialah kekhususan
bunyi a, o , atau p. Aspek ini disebut sifat bunyi atau bunyi indah( musicality,euphony)
b. Aspek Rasional Ialah dasar irama
dan guru lagu : nada (tinggi rendah), tempo (lama atau sebentar), dinamik (kuat atau lemah), ulangan (jarang
atau tetap).
Dalam puisi bunyi dipergunakan
sebagai orkestrasi, ialah untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi konsonan dan
vokal disusun begitu rupa sehingga menimbulkan
bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi musik. Dari bunyi musik ini dapatlah mengalir perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa
pendengarnya atau pembacanya. Seperti misalnya bila kita mendengar bunyi musik instrumentalia, bunyi yang merdu itu menimbulkan perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan gambaran-gambaran angan, pendek kata, menimbulkan pengalaman jiwa yang mengagumkan.
Di dalam puisi bunyi kata itu di samping tugasnya yang utama sebagai simol arti dan juga untuk orkestarsi,digunakan sebagai:
1) Peniru bunyi atau anomatope
2) Lambang suara (kleanksymboliek)
3) Kiasan suara (klankmtapthoor)
Peniru puisi kebayakan hanya memberikan saran tentang suara sebenarnya anomatopa tangagapan yng jelas dari kata-kata yang tidak adanya hubungan dengan hal
yang ditunjuk.
Kiasan suara rupanya tidak banyak dipergunakan dalam puisi. Misalnya bunyi r dalam sajak chairil anwar, bunyi r yang berturut-turut mengiaskan gercik riak air laut yang mengalir.
Desir hari lari berenang
Menemu ujuk pangkal akanan
Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati, suasana hati ringan, riang, dilukiskan dengan bunyi vocal e dan I yang terasa ringan, tinggi, kecil. Bila pemakaian bunyi tidak disesuaikan atau dihubungkan dengan peniru bunyi, kiasan bunyi, dan lambing rasa, hanya sebagai hiasan dan permainan bunyi saja, tidak untuk mengintensifkan arti, maka tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya ekspresi. Bahkan yang seperti itu akan mengurangi atau menghilangkan kepuitisannya
Selain itu, perlu juga dibicarakan peniruan bunyi ( Onomatopei ). Onomatopei dibagi menjadi tiga macam:
1. Peniruan suara sebulatnya, misalnya bunyi ayam berkokok.
2. Penggambaran bunyi bahasa dalam kalimat yang berupa kata-kata yang
3. bersifat anomatopoi.
4. Perlambangan bunyi dalam metafora.
Dalam karya sastra aspek irama ( ukuran waktu atau tempo ) juga penting dalam persoalan yang lebih penting adalah menerangkan sifat-sifat irama baik dalam puisi atau prosa. Dalam puisi irama merupakan factor penting. Sedangkan dalam prosa, irama dipahami seperti irama dalam percakapan sehari-hari.
C. Intonasi
bunyi yang merdu dan berirama seperti bunyi musik. Dari bunyi musik ini dapatlah mengalir perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau pengalaman-pengalaman jiwa
pendengarnya atau pembacanya. Seperti misalnya bila kita mendengar bunyi musik instrumentalia, bunyi yang merdu itu menimbulkan perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan gambaran-gambaran angan, pendek kata, menimbulkan pengalaman jiwa yang mengagumkan.
Di dalam puisi bunyi kata itu di samping tugasnya yang utama sebagai simol arti dan juga untuk orkestarsi,digunakan sebagai:
1) Peniru bunyi atau anomatope
2) Lambang suara (kleanksymboliek)
3) Kiasan suara (klankmtapthoor)
Peniru puisi kebayakan hanya memberikan saran tentang suara sebenarnya anomatopa tangagapan yng jelas dari kata-kata yang tidak adanya hubungan dengan hal
yang ditunjuk.
Kiasan suara rupanya tidak banyak dipergunakan dalam puisi. Misalnya bunyi r dalam sajak chairil anwar, bunyi r yang berturut-turut mengiaskan gercik riak air laut yang mengalir.
Desir hari lari berenang
Menemu ujuk pangkal akanan
Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati, suasana hati ringan, riang, dilukiskan dengan bunyi vocal e dan I yang terasa ringan, tinggi, kecil. Bila pemakaian bunyi tidak disesuaikan atau dihubungkan dengan peniru bunyi, kiasan bunyi, dan lambing rasa, hanya sebagai hiasan dan permainan bunyi saja, tidak untuk mengintensifkan arti, maka tidak mempunyai atau kurang mempunyai daya ekspresi. Bahkan yang seperti itu akan mengurangi atau menghilangkan kepuitisannya
Selain itu, perlu juga dibicarakan peniruan bunyi ( Onomatopei ). Onomatopei dibagi menjadi tiga macam:
1. Peniruan suara sebulatnya, misalnya bunyi ayam berkokok.
2. Penggambaran bunyi bahasa dalam kalimat yang berupa kata-kata yang
3. bersifat anomatopoi.
4. Perlambangan bunyi dalam metafora.
Dalam karya sastra aspek irama ( ukuran waktu atau tempo ) juga penting dalam persoalan yang lebih penting adalah menerangkan sifat-sifat irama baik dalam puisi atau prosa. Dalam puisi irama merupakan factor penting. Sedangkan dalam prosa, irama dipahami seperti irama dalam percakapan sehari-hari.
C. Intonasi
Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama merupakan unsur sangat penting dan jiwa dari sebuah puisi. Irama adalah totalitas dari tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama puisi tercipta dengan melakukan intonasi. Ada 3 jenis intonasi dalam pembacaan puisi,yaitu sebagai berikut:
a. Intonasi dinamik, yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
b. Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
c. Intonasi tempo, yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Bunyi dalam puisi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Selain itu bunyi dalam puisi mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang khusus dan sebagainya. Dan Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam bunyi dalam puisi. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Serta Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata
.
DAFTAR PUSTAKA
berbagai sumber google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar