PENGERTIAN CERITA, DONGENG DAN METODE
BERCERITA
Cerita adalah rangkaian
peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi)
ataupun tidak nyata (fiksi). Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak
nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita
petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi,
peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr
tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum
tentu dongeng”. Metode Bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara
bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita
lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana
phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan
musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara
yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog
(teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita
lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang
lainnya.
Di
Inggris konon pernah diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa.
Kepada mereka ditanyakan pada saat apa mereka benar-benar merasa bahagia di
masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka : “Pada saat orang tua mereka membacakan
buku atau Cerita” Apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang
dewasa di Indonesia, kiranya jawaban tak akan jauh berbeda. Bahkan, khusus
mengenai cerita, sampai orang dewasapun masih tetap menggemarinya. Tengoklah
obrolan kita juga akan semakin ‘renyah’ bila kita saling bercerita dengan penuh
semangat. Cerita memang ‘gurih’. Semua orang tak pandang usia, menyukainya.
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada
jiwa manusia. Bahkan dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita.
Tuhan mendidik jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan
mengajak manusia berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan
moral yang terdapat dalam kitab suci, Beliau mengetahui akan jiwa manusia,
mengetuk hati manusia antara lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini
sangat efektif untuk mempengaruhi jiwa anak-anak. Mengapa metode cerita ini
efektif ? jawabannya tidak sulit. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan
daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat
dalam memori manusia. Cerita-cerita yang kita dengar dimasa kecil masih bisa
kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui
cerita manuasi diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Memang harus
diakui, sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus diceramahi dengan
segerobak nasehat yang berkepanjangan.
Ada
suatu ungkapan ”Seorang Guru yang tidak
bisa bercerita, ibarat orang yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para
pengasuh anak-anak (guru, tutor) keahian bercerita merupakan salah satu
kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh
mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur secara
efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati. Pada saat ini begitu
banyak cerita yang tersebar, namun masih jarang tulisan dari para praktisi ahli
cerita , yang mampu mengarahkan secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak
usia dini, sehingga penceritaan yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model
cerita yang secara khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di
TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal panduan praktis semacam ini sangat
dibutuhkan oleh tenaga pendidik di seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih
terbatas pengetahuannya tentang metode bercerita. Tulisan ini kami susun dengan
maksud agar menjadi salah satu bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi
para pendidik anak usia dini dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan.
Manfaat Cerita
Menurut
para ahli pendidikan bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang
amat penting, yaitu:
1. Membangun kedekatan
emosional antara pendidik dengan anak
2. Media penyampai
pesan/nilai mora dan agama yang efektif
3. Pendidikan
imajinasi/fantasi
4. Menyalurkan dan
mengembangkan emosi
5. Membantu proses
peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6. Memberikan dan
memperkaya pengalaman batin
7. Sarana Hiburan dan
penarik perhatian
8. Menggugah minat baca
9. Sarana membangun watak
mulia
PERSIAPAN BERCERITA
Sebelum
bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang
hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak
usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan
materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1.
Pemilihan
Tema dan judul yang tepat Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat
berdasarkan usia anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles
Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai
hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi
anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia,misalnya;
a. sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing
Gi as, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat,
raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
b. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan
kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar,
Anak yang rakus dan sebagainya
c.
Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional
(sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan
sebagainya.
2. Waktu Penyajian Dengan mempertimbangkan daya
pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para
ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut
a. Sampai usia 4 tahun, waktu cerita
hingga 7 menit
b. Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga
10 -15 menit
c. Usia 8-12 tahun, waktu cerita
hingga 25 menit Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih
panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh
penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3. Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung,
seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah
sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan
lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk
memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi
selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa
cerita untuk segala suasana.
PRAKTEK
BERCERITA
1.Teknik Bercerita:
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal,
olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus
pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi
harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus
dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2)
Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan
(acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6)
Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu,
permainan, musik, dan sebagainya.
2.Mengkondisikan anak :
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus
diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan
cara-cara sebagai berikut: a. Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk
tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh; Jika aku (tepuk 3x) sudah duduk
(tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus tenang (tepuk 3x) sst…sst..sst… b.
Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam
saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan
kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku c. “Lomba duduk
tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama
berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila
cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan
melakukannya dengan sungguh-sungguh pula. d. Tata tertib cerita, sebelum
bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya;
tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh
mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini
dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang
mengganggu jalannya cerita e. Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk
mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..! Selama cerita, Kami berjanji 1.
Akan duduk rapi dan tenang 2. Akan mendengarkan cerita dengan baik f. Siapkan
hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men dorong untuk
anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain
dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan,
binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada
anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita,
seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3.Teknik membuka Cerita
”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang
mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan
pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah.
Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat
menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang
kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan: a. Pernyataan kesiapan : “Anak-anak,
hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
b. Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak
yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?” c.
Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini
adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan
raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari
kita dengarkan bersama-sama ! d. Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita
kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago
main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang
ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila
tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad
memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar,
wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya. e. Pijakan (setting) tempat “Di
sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah
kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain. f. Pijakan
(setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …”
”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…”
dan lain-lain. g. Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira,
berteriak-teriak dan lain-lain. h. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara
murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang
popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita. i.
Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan
memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang,
suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4.Menutup Cerita dan
Evaluasi a. Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus
dicontoh maupun ditinggalkan. b. Doa khusus memohon terhindar dari memiliki
kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat
meniru kebaikan tokoh yang baik. c. Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk
berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi,
aku anak rajin dan taat kepada guru!” d. Nyanyian yang selaras dengan tema,
baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional e. Menggambar salah
satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat
baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5.Penanganan Keadaan
Darurat Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita,
pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk
mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik
(tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah: a. Anak menebak
cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita b. Anak
mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan
teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak
mengulanginya. c. Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat
secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat. d. Anak
gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering
melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada
aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e. Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke
telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik
duduk lebih tenang” f. Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih
variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel. g. Kurang taat pada aturan atau
tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib
kelas. h. Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini
ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”. i.
Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa
keluar. j. Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan
terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k. Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu,
kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita
sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional
yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah
sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi
penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas
pendidik. 6. Media dan Alat bercerita Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita
dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story).
Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga
langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung
(boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan,
pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng
secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan
cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
INTONASI SUARA DAN
GERAKAN MATA SANGAT MENENTUKAN CERITA
Bagaimana cara mengatur intonasi suara
dan gerakan mata:
1. Anda harus mengeluarkan
suara yang cukup keras (tidak perlu berteriak) untuk dapat didengar oleh semua
anak di kelas.
2. Untuk menyajikan cerita
secara dramatis maka anda harus betul-betul menguasai ceritanya sehingga tahu
kapan anda harus menekankan kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka
tertentu. Mis, jika anda sedang bercerita tentang seorang yang sedang berlari
ketakutan, anda perlu ikut mempercepat suara anda dengan mimik muka yang tepat
untuk menggambarkan kejadian tsb.
3.Cara anda memperbesar atau memperkecil suara adalah sesuai dengan
penjiwaan anda terhadap cerita tsb. Jika itu tercapai maka mudah sekali anda
menirukan suara-suara tertentu, mis. suara anak kecil atau orang tua, suara
orang memerintah atau suara lembut seorang ibu, suara orang ketakutan atau
suara orang marah dll.
4.Tujukan gerakan yang sesuai dengan cerita
anda. Mis, jika anda bercerita tentang seorang yang sedang berbisik, anda perlu
menirukan gaya orang yang sedang berbisik. dsb.
5.Hal yang paling penting dalam bercerita
adalah gerakan mata anda. Jangan sekali-sekali membiarkan mata anda menerawang
ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara bergantian. Dengan tatapan mata anda
ini anda dapat menguasai seluruh kelas.
Untuk dapat menguasai
aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian
cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan
dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji
secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan yang
tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai
sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya
secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan
dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu
yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya
dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita. Akhirnya.
Ketika anda berbicara atau bercerita
kepada anak di depan kelas, ingatlah bahwa suara anda dan mimik muka serta
sorotan mata anda sangat menentukan apakah anda akan berhasil menarik perhatian
mereka.
Terima kasih terima kasih...bener2 lengkap...gak setengah2...sip sip sip...
BalasHapus