Selasa, 03 Juli 2012

PANTUN CIRI DAERAH


PANTUN CIRI DAERAH 
(SEBAGAI POTRET SOSIAL BUDAYA TEMPATAN)
By Jaka  14-12-2011

Pantun bagi masyarakat di kawasan Nusantara ibarat sesuatu yang begitu dekat, tetapi kini terasa jauh ketika budaya populer (low culture) makin menjadi primadona dalam industri hiburan. Dalam kondisi itu, pantun kini laksana pepatah, tak kenal maka tak sayang. Itulah yang terjadi pada pantun. Seolah-olah, ia hanya produk masa lalu yang sudah usang dan tiada berguna. Bahkan, bagi anak-anak muda , pantun seperti tidak lebih dari sekadar produk budaya Melayu, dan oleh karena itu, dianggap hanya milik orang Melayu.

Tentu saja pemahaman itu tidaklah benar karena pantun juga di miliki selain orangmelayu.  Pantun memang berasal dari tradisi Melayu yang sudah begitu kuat mengakar dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Pantun boleh jadi penyebarannya sejalan dengan perkembangan bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di kawasan Nusantara. Boleh jadi karena itu pula, dibandingkan dengan masyarakat di daerah lain, pantun bagi masyarakat Melayu sudah begitu kukuh menyatu dan sebagai media penting dalam menyampaikan nasihat berkenaan dengan tata pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat. Telusuri saja ceruk pantai dan pelosok desa di kawasan Riau, Bengkalis, Tanjungpinang, dan terus memasuki wilayah semenanjung Melayu hingga ke Malaysia, maka kita akan melihat betapa pantun telah menyatu dengan kehidupan keseharian masyarakat di sana. “Orang tua-tua Melayu mengatakan, rindang kayu kerana daunnya, terpandang Melayu kerana pantunnya (Tenas Effendy). Ungkapan ini mencerminkan betapa besarnya peranan pantun dalam kehidupan orang Melayu.”

Di berbagai daerah lain di Nusantara ini, pantun dikenal masyarakat dengan sangat baik. Karena pantun mengandungi sampiran dan isi, serta dapat dimanfaatkan dalam berbagai kesempatan dan disampaikan dalam sembarang masa, dalam kegiatan apa pun, dan dilakukan oleh sesiapa pun juga, pantun pada gilirannya paling banyak diminati oleh masyarakat tanpa terikat oleh status sosial, agama, dan usia. Pantun menjadi sarana yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Itulah salah satu kelebihan pantun dibandingkan gurindam atau syair. Pantun mudah saja diciptakan oleh setiap anggota masyarakat dengan latar belakang budayanya sendiri. Maka, sesiapa pun dari etnis dan latar belakang budaya mana pun, boleh saja membuat pantun.

Pantun dapat digunakan sebagai alat komunikasi, untuk menyampaikan nasihat atau wejangan, atau bahkan untuk melakukan kritik sosial, tanpa mencederai perasaan siapa pun. Itulah kelebihan pantun. “Pantun bukan saja digunakan sebagai alat hiburan, kelakar, sindiran, melampiaskan rasa rindu dendam antara bujang dengan dara, tetapi yang lebih menarik ialah peranannya sebagai media dalam menyampaikan tunjuk ajar.”

Sesungguhnya, jika ditelusuri lebih jauh, pantun merupakan salah satu produk budaya masyarakat Nusantara yang merepresentasikan wilayah geografi, kebudayaan, dan “potret” masyarakatnya. Maka, ketika pantun itu muncul di wilayah budaya Melayu, Batak, Sunda, Madura, Betawi, atau Jawa, tak terhindarkan petatah-petitih, nama-nama tempat dan sejumlah istilah yang berkaitan dengan budaya tempatan dengan berbagai aspek lokalitasnya, akan hadir dalam pantun yang dilahirkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar